Sejarah Bahasa Kraton Jawa Kuno

Avatar of Supriyadi Pro

- Author

Sabtu, 16 Maret 2024 - 00:32 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Adapun bahasa Jawa itu termasuk keluarga bahasa Austronesia, yakni bahasa-bahasa yang dipergunakan oleh segala bangsa yang asli yang bertempat tinggal di kepulauan di sebelah tenggara benua Asia, batas di sebelah utara ialah pulau Formosa, di sebelah barat pulau Madagaskar, lantar ke timur hingga pantai barat benua Amerika Selatan.

Oleh karena nama Austronesia itu tak berapa banyak dipakai orang, maka disini nama itu saja ganti dengan Indonesia (Poerbatjaraka, 1952).

Dikutip dari buku sejarah Tata Basa Jawa, pada tahun 1884, Dr. Brandes menerangkan bahwa bangsa-bangsa tersebut di atas itu pada jaman dahulu bahasanya satu jua, keterangan ini didasarkan atas hasil-hasil pembandingan bahasa-bahasa tersebut di atas itu (permulaan penyelidikan sebenarnya dilakukan oleh Dr. H. Kern dan Van Der Tuuk, proefsrift di atas).

Dalam tahun 1889 Dr. H. Kern melakukan penyelidikan pula dalam lapangan pembandingan bahasa itu hingga dapat menerangkan, bahwa negeri asli bangsa itu ketika masih berkumpul dan berbahasa satu, ialah negeri Campa, yakni yang sekarang termasuk tanah IndoChina.

Malahan oleh penyelidikan P.W. Schmidt dapat pula diperkirakan bahwa bangsa Indonesia pada jaman dahulu asal-usulnya dari Asia Tengah, akan tetapi hal ini masih belum terang benar.

Baca juga: Basa Bagongan, bahasa Jawa dalam kalangan istana

Hal yang dapat dianggap pasti ialah bahwa bangsa Indonesia itu dahulu pernah berkumpul dalam satu negeri, yakni negeri Campa itu. Hal ini tidak hanya dapat dibuktikan oleh pembandingan bahasa belaka, penyelidikan Dr. Van Stein Callenfels, Dr. Van Der Hoop dan lain-lain dalam hal senjata yang dibuat dari batu: kapak batu, mata panah batu dan sebagainya, menunjukkan pula, bahwa negeri asli bangsa Indonesia itu negeri campa, malahan agak ke barat laut sedikit, jadi di negeri Cina sebelah selatan.

Pada suatu ketika, kira-kira dalam tahun 1500 sebelum Isa, bangsa Indonesia itu terdesak dari tempat asalnya dan tersebar ke pulau-pulau tersebut di atas itu, apa sebab-musababnya belum diketahui. Agaknya karena terdesak oleh bangsa lain yang datang dari utara atau dari barat.

Setelah terpencar, maka bangsa itupun tinggal berkelompok-kelompok di pulau-pulau yang baru diduduki itu. Oleh karena tempat mereka terpisah-pisah itu, maka lama-kelamaan golongan yang satu tak tahu lagi akan bahasa golongan yang lain, sebab tiap-tiap pecahan bahasa itu kemudian tumbuh menurut keadaan tempatnya masing-masing: bahasa Indonesia yang jatuh di Filipina tumbuh menjadi bahasa Filipina, yang jatuh di tanah Jawa tumbuh menjadi bahasa Jawa, Sunda, dan Madura, demikian selanjutnya.

Bagaimana sifat bahasa Jawa sebelum orang Hindu datang, tidaklah ada bekas-bekasnya lagi, sebab kira-kira saja bangsa Jawa pada masa itu belum mempunyai huruf.

Adapun huruf Jawa yang hingga ini masih terpakai itu, mula-mulanya huruf Hindu yang dibawa oleh bangsa Hindu yang datang ke tanah Jawa kira-kira pada permulaan tahun Isa.

Pada mulanya huruf Hindu di tanah Jawa hanya perlu untuk menulisi kepentingan orang Hindu sendiri, misalnya dalam surat menyurat tentang dagangan dengan bangsanya sendiri dan lain-lain sebagainya. Bahasa apa yang mereka pakai pada ketika itu, entah Sansekerta, entah bahasa Hindu yang lain-lain orang tak tahu benar.

Tetapi ada juga sedikit petunjuk, yaitu tulisan tertua yang terdapat di tanah Jawa, bahasanya bahasa Sansekerta. Lama kelamaan orang Hindu itu pun di tanah Jawa kawin dengan perempuan Jawa, lalu beranak. Sudah barang tentu bahasa anak-anak Hindu tersebut bahasa ibunya atau bahasa kawan-kawannya bermain, yakni anak-anak Jawa tulen.

Lama-kelamaan, ketika bangsa Hindu peranakan di tanah Jawa sudah bertambah banyak, maka timbullah golongan yang bahasanya sehari-hari bahasa Jawa bercampur kata-kata Sansekerta yang diperoleh dari ayah-ayahnya.

Baca juga: Basa Krama Desa Bahasa Jawa yang terkesan memaksakan kata

Bahwasannya sinyo-sinyo dan noni-noni Hindu tersebut diajar membaca dan menulis huruf Hindu oleh ayahnya masing-masing itu adalah sudah sepatutnya, setelah sudah banyak peranakan yang pandai membaca dan menulis huruf Hindu, maka ada barang seorang atau dua orang pada mulanya hanya sebagai percobaan yang mempergunakan huruf Hindu tersebut untuk menulisi bahasa Jawa.

Percobaan tersebut agaknya dapat berjalan dengan tanpa kesulitan. Ketika usaha mereka sudah berjalan, maka ada juga agaknya orang Jawa asli yang berhasrat akan dapat membaca dan menulis dengan huruf Hindu. Maka belajarlah ia, mula-mula hanya untuk kepentingan seorang dua orang saja dalam perdagangan.

Lebih-lebih setelah bangsa Hindu oleh lebih pandai dari pada orang Jawa dapat memasukkan ilmunya kepada orang Jawa, orang Jawa lalu merasa butuh dan bermaksud mempelajari ilmu Hindu.

Adapun yang bernama ilmu pada masa itu sudah tentu kebanyakan berhubungan dengan agama. Dengan jalan demikian itu maka banyaklah orang Jawa yang masuk agama Hindu. Pertama terpikat oleh ilmu, kedua karena berkembang biaknya peranakan Indu, yang lama kelamaan hampir tiada bedanya dengan orang Jawa asli.

Adapun bangsa Hindu yang datang pertama-tama ke tanah Jawa adalah bangsa yang beragama Siwa. Tegasnya bangsa yang menganggap Trimurti sebagai Tuhannya, yakni: Batara Brahma, Wisnu, Siwa. Di antara ketiga orang dewa tersebut yang dianggap penghulu ialah sang hyang Siwa, yang sekarang disebut batara Guru.

Bangsa Industan yang datang kemudian ialah bangsa yang beragama Budha Mahayana. Kedua golongan bangsa tersebut, agar supaya pengajarannya agama kepada orang Jawa atau peranakannya dapat luas lagi mendalam, masing-masing membawa kitabnya tentang agamanya.

Dan agaknya kitab-kitab itu berbahasa Sansekerta belaka. Oleh karena itu, maka ada pula orang Jawa yang belajar bahasa Sansekerta, meskipun jumlahnya tidak banyak.

Baca juga: Basa Krama Inggil Bahasa Jawa yang sering digunakan oleh ratu

Ketika orang-orang Jawa yang tahu akan ilmu Hindu merasa wajib atau berhasrat akan mengajar kepada bangsanya yang belum pandai berbahasa Sansekerta itu, maka bahasa Jawalah dipakainya, tetapi bahasa Jawa yang sudah terlanjur banyak bercampur dengan kata-kata Sansekerta, yakni yang perlu-perlu untuk menerangkar pasal-pasal atau hal yang belum ada kata Jawanya.

Tambahan lagi karena pada jaman itu rupa-rupanya setiap orang yang hendak menjadi guru atau ingi disebut pandai harus tahu pula bahasa Sansekerta, maka masuknya kata-kata Sansekerta ke dalam bahasa Jawa lebih banyak.

Akan tetapi oleh karena bahasa Jawa sifatnya memang sangat berlainan dengan bahasa Sansekerta, maka ibarat kebanjiran kata-kata Sansekerta sekalipun, namun bahasa Jawa masih tetap juga bentuk bangunnya, selalu masih termasuk keluarga bahasa Indonesia.

Adapun bahasa Sansekerta bentuk bangunnya, jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di Eropa, yang disebut orang bahasa Indo-Jerman. Kitab-kitab yang dibawa oleh orang Hindu yang beragama Budha tentunya juga kitab-kitab yang memuat hal ihwal kebudhaan seperti kitab yang isinya diwujudkan dengan gambar yang berbidang-bidang pada candi Borobudur. Tetapi kitab-kitab itu semuanya kecuali satu dua yang akan diuraikan di bawah nanti, hampir-hampir tiada sisanya lagi (Poerbatjaraka, 1952).

Kitab-kitab pembawaan orang Hindu yang beragama Siwa boleh dikatakan agak banyak bekas-bekasnya, seperti: Mahabharata, Ramayana dan lain-lain.

Kitab Mahabharata yang dikatakan orang buatan resi Wyasa, dalam bahasa Jawanya Abiyasa, isinya menceritakan kisah para Pandawa dan para Korawa. Cerita tersebut di tanah Jawa sekarang dijadikan lakon wayang purwa. Tetapi banyak juga ubahan serta tambahnya.

Kitab Ramayana menurut kata orang gubahan Begawan Walmiki, sepanjang dugaan lebih tua dari kitab Mahabharata. Tetapi kita Ramayana di tanah Hindu termasuk kitab suci bagi suku yang beragama Wisnu. Sedangkan Mahabharata merupakan kitab suci suku yang beragama Siwa.

Baca juga: Basa Wredha Krama bahasa Jawa yang sudah jarang dipakai

Adapun yang saya maksudkan dengan bahasa Jawa di atas itu ialah bahasa orang-orang Jawa pada jaman dahulu. Oleh orang Jawa jaman sekarang bahasa itu disebut bahasa Kawi. Tetapi oleh kaum sarjana bangsa Belanda disebutnya bahasa Jawa Kuno.

Ketika bahasa Jawa kuno pertama ditulis, sudah banyak bercampur dengan kata-kata Sansekerta. Tulisan pada batu yang ternyata tulisan tertua dalam basa Jawa bercampur kata Sansekerta ialah yang berciri angka tahun 731 Saka (809 Masehi), tulisan tersebut terdapat di Dieng.

Semenjak itu hingga kini boleh dikatakan bahwa bahasa Jawa itu selalu ditulis dengan huruf Hindu. Sudah barang tentu tulisan tersebut lama kelamaan berubah-ubah, dari bentuk Hindu asli hingga sampai kepada bentuk yang dipakai ada jaman sekarang ini, adapun perubahan itu berlangsung sedikit demi sedikit.

Tempat yang berasal dari jaman kuno tulen yang terdapat ada yang bertulisan Jawa yakni berwujud tonggak batu atau lembaran tembaga. Yang berwujud lembaran emas dan perakpun ada pula.

Tulisan yang terdapat pada batu atau tembaga itu kebanyakan memuat piagam, kurnia seorang raja kepada suatu desa yang diberi wewenang (ijin) untuk berdiri sendiri, yaitu diperkenankan otonomi, misalnya: diperkenankan tidak membayar pajak kepada negara, boleh memungut pajak dari pada orang-orang yang diam di desa itu, boleh memungut cukai atas segala macam perusahaan dalam lingkungannya atau bea atas keluar-masuknya barang dagangan. Barangkali desa yang demikian itu jaman sekarang boleh disebut desa Merdeka.

Adapun desa yang dikaruniai wewenang yang seperti tersebut di atas kebanyakan karena desa tersebut dibebani kewajiban menjaga serta memelihara candi pujaan sang raja, dan mengadakan perguruan agama sekali.

Baca juga: Sejarah Bahasa Jawa yang tidak banyak diketahui kaum milenial

Jika tidak karena hal-hal yang seperti tersebut di atas, maka kebanyakan karena desa itu besar jasanya terhadap rajanya. Misalnya ketika raja berperang, bantuan yang disambungkan oleh orang-orang desa itu menyebabkan menang.

Jadi otonomi yang dikurniakan itu semata-mata hadiah. Ada juga tulisan-tulisan pada batu atau tembaga yang memuat penyelesaian utang-piutang atau jual beli tanah dan lain sebagainya.

Tulisan pada lembaran emas atau perak kebanyakan memuat puji-pujian atau rajah-rajah dan sering kali ditemukan di dalam periuk perak, tempat abu mayat nenek moyang. Periuk itu kebanyakan terdapat di bawah candi.

Jadi hubungannya ini dengan uraian di atas, yakni: desa yang menerima otonomi tadi berkewajiban memelihara candi, artinya memelihara makam nenek moyang sang raja (Poerbatjaraka, 1952).

Adat istiadat tersebut di atas adalah adat-istiadat Hindu yang ditiru-tiru saja oleh orang-orang Jawa pada jaman itu. Karena percampuran darah, maka perasaan-perasaan serta agama Hindu sudah meresap benar pada orang-orang suku Jawa lapisan atas. Itulah sebabnya, maka suku bangsa Jawa pada jaman itu, kini disebut suku Jawa-Indu.

Berita Terkait

Adeg dalam Bahasa Jawa: Pengertian, Contoh, dan Filosofi Mendalam
Adang Bahasa Jawa: Makna, Filosofi, dan Penggunaannya dalam Kehidupan Sehari-Hari
Abot dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya
“Abang” dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya
Arti dan Penggunaan Kata “Goblog” dalam Bahasa Jawa
Bajingan dalam Bahasa Jawa: Makna, Sejarah, dan Penggunaan
Jancuk atau Jancok Bahasa Jawa Kasar: Arti, Asal Usul, dan Penggunaan
Makna Kata “Asu” dalam Bahasa Jawa Kasar dan Konteks Penggunaannya

Berita Terkait

Jumat, 22 November 2024 - 20:32 WIB

Adeg dalam Bahasa Jawa: Pengertian, Contoh, dan Filosofi Mendalam

Jumat, 22 November 2024 - 20:29 WIB

Adang Bahasa Jawa: Makna, Filosofi, dan Penggunaannya dalam Kehidupan Sehari-Hari

Rabu, 20 November 2024 - 19:26 WIB

Abot dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya

Rabu, 20 November 2024 - 19:20 WIB

“Abang” dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya

Kamis, 14 November 2024 - 20:06 WIB

Arti dan Penggunaan Kata “Goblog” dalam Bahasa Jawa

Berita Terbaru

Bahasa Jawa

Adeg dalam Bahasa Jawa: Pengertian, Contoh, dan Filosofi Mendalam

Jumat, 22 Nov 2024 - 20:32 WIB

Bahasa Jawa

Abot dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya

Rabu, 20 Nov 2024 - 19:26 WIB

Bahasa Jawa

“Abang” dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya

Rabu, 20 Nov 2024 - 19:20 WIB