Panyandra: Pengertian, Jenis lengkap dengan contoh

Avatar of Supriyadi Pro

- Author

Kamis, 30 Mei 2024 - 10:49 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kawruhbasa.com – Dalam pembelajaran Bahasa Jawa dikenal adanya istilah “Panyandra”. Panyandra yaiku unen-unen kang gumathok kanggo nyandra perangane awak, solah bawa, lan kahanan adhapuk pepindhan. Tembung iki isoh diarani mbangetake.

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, panyandra adalah kata atau ucapan pasti yang digunakan untuk melukiskan keadaan manusia secara fisik, tingkah laku, dan keadaan seperti atau ibarat. Istilah ini bisa dikatakan menekankan suatu keadaan.

Salah satu ciri tembung panyandra adalah digunakan untuk memuji yang keindahan atau bagus, sehingga menimbulkan kesan yang terlalu. Singkatnya Panyandra mampu menekankan sesuatu sehingga jika dirasakan menjadi lebih. Dalam penggunaannya, panyandra lebih banyak menggunakan bahasa Jawa ngoko.

Pelajari juga Tembung Entar: Pengertian, Penggunaan, dan daftar contoh

6 jenis Tembung Panyandra

Menurut subyeknya, ada 6 macam tembung panyandra yang masing-masing memiliki makna mendalam. Yaitu sebagai berikut:

Panyandra Awak

Awak adalah badan, jadi tembung panyandra awak adalah kata atau kalimat yang melukiskan anggota tubuh manusia yang cenderung indah atau bagus. Agar anda lebih mengerti yang dimaksud, di bawah ini kami berikan contoh panyandra awak dalam bahasa Jawa dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia seluruh anggota tubuh manusia dari rambut sampai kaki.

No.SubyekBahasa IndonesiaPanyandra
1athi-athi (godheg)rambut samping telinga bagian mukangudhup turi
2alisealisnaggal sepisan
3awakebadannyaramping
4bangkekanepinggangnawon kemit
5brengosekumisnyanglaler mencok
6brengosekumisnyanguler keket
7bathukekeningnyanyelo cendhani
8cahyanesinar mukanyasumunu
9cahyanesinar mukanyangalentrih
10drijinejarinyamucuk eri
11esemesenyumnyapait madu
12gulunelehernyangolan-olan
13gulunelehernyangelung gadhung
14godhegkerambut di samping telinga bagian depansimbar rumembun
15ideperambut matatumengeng tawang
16irungehidungnyangudhup mlathi
17irungehidungnyambangir
18jogedtetariannyamerak kesimpir
19kempolebetisnyangembang pudhak
20lambenebibirnyamanggis karengat
21lambenebibirnyanggula satemik
22lengenelengannyanggendhewa pinenthang
23lembehanegaya berjalannyamblarak sempal
24lakune kayajalannya sepertimacan luwe
25mripatematanyablalak-blalak
26netra liyepmata sipitlindri
27pundhakepundaknyanraju mas
28pakulitanekulitnyangulit langsep
29polatanepandangannyaruruh jatmika
30pamulunebulunyaprada binabar
31pamulunebulunyaambengle kiris
32pipinepipinyanduren sajuring
33rambuterambutnyangandhan-andhan
34rambuterambutnyangembang bakung
35sinomeanak rambutmicis wutah
36sinomeanak rambutmbibis mabur
37sisiganengelar kombang
38sliranebadannyasedhet singset
39surakesoraknyambata rubuh
40swaranesuaranyangombak banyu
41tanganetangannyanggandhewa pinenthang
42untunegiginyamiji timun
43polatanepandangannyadamar kanginan
44watakewataknyaandhap asor
45wangejanggutyangkal putung
46wangsulanejawabannyasaur manuk
47wentisebetisnyamukang gangsir

Pelajari juga Purwakanthi: asal kata, pengertian, jenis dan contoh

Panyandra Mangsa

Sebegitu tingginya sastra orang Jawa, sehingga musim yang ada di Indonesia pun memiliki panyandra (ibarat) khusus. Panyandra mangsa melukiskan keadaan alam ketika musim berjalan dan berganti hari demi hari, dari musim penghujan berganti menjadi musim kemarau dan sebaliknya.

Orang Jawa memiliki 12 panyandra mangsa, setiap mangsa (musim) berjalan kurang rata-rata satu bulan. Dalam bahasa Jawa pembagian musim ini disebut “Pranata Mangsa“. Adapun panyandra yang digunakan sebagai berikut:

1. Kasa (Kartika) – Mangsa kapisan (musim pertama) panyandrane: “Sesotya murca ing embanan” atau “Sotya murca ing embanan” artinya: Intan jatuh dari wadahnya.

Pada masa ini musim kemarau tidak ada hujan, mulai 22 Juni – 1 Agustus (41 hari). Ciri-cirinya: Daun-daun berguguran, kayu mengering; belalang masuk ke dalam tanah.

Pada masa ini yang dilakukan para petani adalah saatnya membakar jerami; mulai menanam palawija.

2. Karo (Pusa) – mangsa kapindho (musim kedua) panyandrane: “Bantala rengka“, artinya: tanah merekah.

Pada musim paceklik ini berjalan antara 2 Agustus – 24 Agustus (23 hari). Ciri-cirinya: Tanah mengering dan retak-retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga.

3. Katelu (Manggasri) – mangsa kapindho (musim ketiga) panyandrane: “Suta manut ing bapa“, artinya: anak menurut bapaknya.

Musim ini berjalan dari 25 Agustus – 17 September (24 hari). CIri-cirinya: Tanaman merambat mulai muncul dan merambat, rebung bambu bermunculan. Para petani mulai memanen palawija.

4. Kapat (Sitra) – mangsa kapat (musim keempat) panyandrane: “Waspa kumembeng jroning kalbu“, artinya: Air mata menggenang dalam kalbu” / mata air mulai menggenang.

Musim ini berjalan dari 18 Sept – 12 Okt (25 hari). Ciri-cirinya: Mata air mulai terisi; kapuk randu mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bersarang dan bertelur. Panen palawija, dilanjutkan mengolah lahan yang akan ditanami.

5. Kalima (Manggala) – mangsa kalima (musim kelima) panyandrane: “Pancuran mas sumawur ing jagad”, artinya: Pancuran emas menyirami dunia.

Musim ini berjalan dari 13 Okt – 8 Nov (27 hari). Ciri-cirinya: mulai ada hujan besar, daun muda pohon asam jawa mulai tumbuh, ulat mulai bermunculan, laron keluar dari liang, lempuyang dan temu kunci mulai bertunas.

Para petani mulai membuat dan memperbaiki selokan sawah, serta membuat saluran air di pinggir sawah, mulai menyebar padi.

6. Kanem (Naya) – mangsa kanem (musim keenam) panyandrane: “Rasa mulya kasuciyan”, artinya: rasa mulia tersucikan.

Musim ini berjalan dari 9 Nov – 21 Des (43 hari). Ciri-cirinya: Buah-buahan (durian, rambutan, manggis, dan lain-lainnya) mulai bermunculan, belibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair.

Para petani mulai menyebar benih padi di persemaian sawah.

7. Kapitu (Palguna) – mangsa kapitu (musim ketujuh) panyandrane: “Wisa kentir ing maruta”, artinya: Racun hanyut bersama angin > banyak penyakit.

Musim ini berjalan dari 23 Des – 3 Feb (43 hari). Ciri-cirinya: Banyak hujan, banyak sungai yang banjir.

Para petani mulai memindahkan bibit padi ke sawah.

8. Kawolu (Wisaka) – mangsa kawolu (musim kedelapan) panyandrane: “Anjrah jroning kayun”, artinya: Keluarnya isi hati > musim kucing kawin.

Musim ini berjalan dari 4 Feb – 28/29 Feb (26/27 hari). Ciri-cirinya: musim kucing kawin; padi menghijau; uret mulai bermunculan di permukaan.

9. Kasanga (Jita) – mangsa kasanga (musim kesembilan) panyandrane: Wedharing wacana mulya”, artinya: Munculnya suara-suara mulia > Beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis).

Musim ini berjalan dari 1 Mar – 25 Mar (25 hari). Ciri-cirinya: Padi berbunga; jangkrik mulai muncul; tonggeret dan gangsir mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran.

10. Kasepuluh (Srawana) – mangsa kasepuluh (musim kesepuluh) panyandrane: “Gedhong mineb jroning kalbu”, artinya: Gedung terperangkap dalam kalbu > Masanya banyak hewan bunting.

Musim ini berjalan dari 26 Mar – 18 Apr (24 hari). Ciri-cirinya: Padi mulai menguning, banyak hewan bunting, burung-burung kecil mulai menetas telurnya.

11. Destha (Padrawana) – mangsa kasewelas (musim kesebelas) panyandrane: “Sesotya sinarawedi” atau “Sotya sinarawedi”, artinya: Intan yang bersinar mulia.

Musim ini berjalan dari 19 Apr – 11 Mei (23 hari). Ciri-cirinya: Burung-burung memberi makan anaknya, buah kapuk randu merekah.

Para petani memanen raya genjah (panen untuk tanaman berumur pendek)

12. Sabda (Asuji) – mangsa karolas (musim keduabelas) panyandrane: “Tirta sah saking sasana”, artinya: Air meninggalkan rumahnya > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering.

Musim ini berjalan dari 12 Mei – 21 Juni (41 hari). Ciri-cirinya: Suhu menurun dan terasa dingin (dalam bahasa Jawa disebut bedhidhing).

Para petani mulai menanam palawija: kedelai, nila, kapas, dan saatnya menggarap tegalan untuk menanam jagung.

Panyandra Satriya Bagus

Tembung panyandra satriya bagus adalah pengibaratan untuk melukiskan sosok seorang ksatria. Misalnya, Raden Werkudara satriya ing Jodhipati, satriya panenggak pandhawa kang gagah pideksa, ora tedhas tapak paluning pandhe, gadhah pusaka gada rujak polo lankuku pancanaka.

Panyandra Solah Bawa

Tembung panyandra solah bawah adalah perumpamaan yang melukiskan tingkah laku seseorang dengan objek pembanding. Artinya kalimat depan dijelaskan secara lebih detail dikalimat berikutnya.

Contohnya antara lain:

  • eseme pait madu
  • jogedte merak kesimpir
  • lembehane mblarak sempal
  • lakune kaya macan luwe
  • polatane ruruh jatmika
  • surake mbata rubuh
  • wangsulane saur manuk

Panyandra Wong Nesu

Orang Jawa menggambarkan orang marah dengan melihat raut mukanya. Ini banyak dilukiskan seorang dalang ketika terjadi adegan marahnya seorang tokoh pewayangan.Contohnya:

  • Netra andik ngondar-andir
  • jaja mengkap lir tinetap
  • jaja mengkap bang mawinga-winga wengis
  • idep mangada-ada
  • waja gathik
  • kumedhot padoning lathi
  • Imba tepung lir kupu tarung

Panyandra Wong Nginum

Orang Jawa menggambarkan orang yang minum dan mabuk dengan sangat sempurna. Sehingga orang yang mendengar atau membaca tembung panyandra akan dibawa untuk membayangkan bagaimana tingkah mereka ketika sedang mabuk minuman keras.

Dalam melukiskan orang minum, orang Jawa membaginya menjadi 10 panyandra, mulai dari awal menenggak minuman hingga mabuk berat tidak bisa berbuat apa-apa seperti orang mati. Adapun tembung panyandra wong nginum adalah sebagai berikut:

Eka Padma Sari, tegese Kaya Kombang Ngisep Sari

Tembung eka padma sari tegese yaiku eka: sawiji, padma: kembang, sari: sarining kembang. Orang Jawa melukiskan pertama kali orang menenggak minuman seperti kumbang menghisap sari bunga atau madu.

Seakan-akan mereka merasakan kenikmatan yang luar biasa dan merasuk ke dalam tulang-belulang. Karena begitu nikmatnya, mereka akan menuangkan lagi minuman dan yang terjadi adalah panyandra kedua, yaitu dwi amartani

Dwi amartani, tegese andhap asor

Tembung dwi tegese loro (dua), dan amartani tegese andhap asor (sopan). Ketika orang sudah menengak minuman yang ke-2, mereka digambarkan mudah diperintah atau disuruh-suruh. Maka panyandrane dwi amartani.

Tegese dwi amartani yaiku wong minum antuk rong dhasar, saenggo gelem dikongkon utowo diepak. Pada taraf ini, etika sopan santun peminum justru naik tidak seperti waktu normal, memposisikan dirinya seperti seorang abdi.

Tri Kawula Busana, tegese

Dalam bahasa Jawa Tri berarti tiga (3), kawula (rakyat) dan busana berarti pakaian. Panyandrane wong nginum katelu yaiku tri kawula Busana.

Jika orang sudah menuang dan meminum minuman keras yang ketiga kalinya, digambarkan mereka akan mulai lupa tempat, derajat, dan kedudukannya.

Arti atau maksud dari kawula busana adalah meskipun derajat mereka hanya seorang pesuruh (bahasa jawa: abdi, alias batur, babu), maka mereka akan mulai lupa sopan santun.

Panyandara Tri Kawula Busana melukiskan bahwa orang yang telah meminum 3 sloki, maka mereka akan mulai mabuk dan kesadaran mereka samakin menghilang. Ini terbukti dari tingkah lakunya yang mulai tak mempedulikan unggah ungguh sopan santun dan melupakan derajat kedudukannya sendiri.

Catur wanara rukem, tegese

Catur artinya empat (tingkat empat), wanara = kera, dan rukem = buah-buahan. Maka panyandra bagi orang yang telah minum 4 sloki yaitu catur wanara rukem, seperti perilaku monyet/kera sedang makan buah-buahan. Dalam bahasa Jawa wanara rukem berarti “kethek mangan wowohan”.

Arti sesungguhnya, rukem adalah nama buah yang mirip dengan kersen atau sari, namun karena ini ibarat atau istilah maka bisa diartikan sebagai buah buahan.

Bisa kita bayangkan bagaimana tingkah laku monyet ketika mereka berebut makanan. Suara yang ramai, berebut, saling sikut.

Orang yang minum pada sloki ke-4, telah digambarkan bahwa mereka sudah dalam kondisi yang semakin tidak terkendali dan tidak punya aturan.

Panca sura panggah, tegese wani kasaguhan

Artinya, ketika orang sudah minum sloki ke-5, meskipun sebenarnya sudah tidak sanggup untuk minum tetapi mulutnya ngomong masih mengumbar keberanian untuk melanjutkan.

Pada tahap ini, seseorang seakan tidak lagi memiliki rasa takut, apapun akan dilakukan meskipun perbuatan yang melanggar norma dan susila. Dapat disimpulkan bawah rasa malu mereka telah hilang pada saat itu.

Panyandra panca sura panggah melukiskan bahwa setelah orang meminum pada sloki yang kelima, maka orang akan berubah menjadi pemberani, dan tidak khawatir, meskipun saat waras mereka takut, pada saat itu mereka tidak akan takut lagi. Hal ini dikarenakan pengaruh minuman telah mengakibatkan hilangnya kesadaran serta rasa malu.

Sad Guna Weweka, tegese bangkit pangawasing ati

Dalam bahasa Indonesia sad artinya enam, guna artinya bangun, dan weweka artinya waspada. Pada saat orang sudah menghabiskan sloki ke-6, mereka akan bangun kewaspadaannya dengan cepat melewati batas normal.

Guna weweka berarti sangat waspada, meskipun orang tidak membicarakannya, tetapi dia akan merasa dibicarakan jelek. Jelasnya, walaupun meskipun orang lain memujinya, dia akan merasa dihina atau direndahkan.

Sapta Kukila Warsa, tegese manuk udan (kudanan)

Sapta berarti tujuh, kukila = burung, dan warsa artinya kehujanan. Panyandrane wong nginum kaping pitu yaiku sapta kukila warsa, yang artinya seperti burung kehujanan, badan gemetar, mulutnya bergumam rancau.

Panyandra Sapta Kukila Warsa melukiskan bahwa ketika orang sudah menghabiskan gelas ketujuh, secara fisik, mereka akan tampak kedinginan, seperti burung kehujanan. Dia sudah tak sadar omongan yang keluar dari mulutnya. Dalam bahasa Jawa disebut ngomyang.

Hastha sacara-cara, tegese yaiku sawiyah wiyah

Hastha berarti delapan, sacara-cara artinya seenaknya, artinya semaunya. Orang yang telah menghabiskan minuman delapan gelas digambarkan akan mudah mengeluarkan perkataan semaunya, seenaknya dan tak peduli kepada siapapun.

Pada tahap ini, orang akan berbicara sekehendak hatinya, menghina orang, bicara tanpa kontrol. Sehingga terkadang terlihat seperti orang gila.

Nawa Gra Lapa, tegese Yaiku Awak Lesu

Nawa artinya sembilan, gra artinya wagra, harimau, kucing besar, sedangkan lapa artinya letih, lesu, kecapekan. Panyandrane orang minum ke-8 adalah yaiku nawa gra lapa, artinya harimau yang lesu.

Meskipun tampak harimau namun telah kehilangan tenaganya layaknya orang lemas damn tidak berdaya, tidak lagi menakutkan bagi yang melihatnya.

Ini menggambarkan bahwa orang yang telah menghabiskan 8 sloki akan mengalami penurunan fisik yang signifikan, sehingga badan mereka menjadi lemah tak berdaya.

Dasa Yaksa Wangke, tegese kaya buta mati

Dasa artinya sepuluh, yaksa artinya raksasa, dan wangke artinya bangkai atau mayat.

Panyandra orang yang telah menghabiskan minuman 10 sloki maka ibarat Dasa Yaksa Wangke, yang artinya raksasa yang telah menjadi bangkai. Namun meskipun sudah menjadi bangkai masih terasa menakutkan. Jika dia menggerakkan anggota badan, orang waras yang didekatnya akan lari tunggang langgang.

Demikian penjelasan mengenai panyandra, semoga sedikit banyak telah menambah wawasan anda mengenai pengetahuan bahasa Jawa. Semoga bermanfaat bagi anda yang membutuhkannya. Selalu kunjungi kawruhbasa.com atau ikuti kami di Google New untuk mendapatkan update terbaru.

Berita Terkait

Bahasa Jawanya Rambut: Memahami Makna, Penggunaan, dan Variasinya dalam Bahasa Jawa
Bahasa Jawanya Jarum: Arti, Penggunaan, dan Maknanya dalam Budaya Jawa
Teks Anekdot Bahasa Jawa: Contoh, Ciri, dan Cara Membuatnya
Cerpen Bahasa Jawa: Mengenal Karya Sastra Daerah yang Sarat Makna
Arti Gendeng Bahasa Jawa: Makna, Penggunaan, dan Konteks Budaya
Peribahasa Jawa dan Artinya: Makna dalam Kehidupan Sehari-hari
Pepatah Jawa Kuno: Kearifan Lokal yang Penuh Makna
Bojo Artinya dalam Bahasa Jawa: Makna, Penggunaan, dan Filosofinya

Berita Terkait

Selasa, 29 Oktober 2024 - 22:47 WIB

Bahasa Jawanya Rambut: Memahami Makna, Penggunaan, dan Variasinya dalam Bahasa Jawa

Selasa, 29 Oktober 2024 - 22:37 WIB

Bahasa Jawanya Jarum: Arti, Penggunaan, dan Maknanya dalam Budaya Jawa

Senin, 28 Oktober 2024 - 15:15 WIB

Teks Anekdot Bahasa Jawa: Contoh, Ciri, dan Cara Membuatnya

Senin, 28 Oktober 2024 - 15:11 WIB

Cerpen Bahasa Jawa: Mengenal Karya Sastra Daerah yang Sarat Makna

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 11:22 WIB

Arti Gendeng Bahasa Jawa: Makna, Penggunaan, dan Konteks Budaya

Berita Terbaru

Bahasa Jawa

Teks Anekdot Bahasa Jawa: Contoh, Ciri, dan Cara Membuatnya

Senin, 28 Okt 2024 - 15:15 WIB

Bahasa Jawa

Cerpen Bahasa Jawa: Mengenal Karya Sastra Daerah yang Sarat Makna

Senin, 28 Okt 2024 - 15:11 WIB

Bahasa Jawa

Arti Gendeng Bahasa Jawa: Makna, Penggunaan, dan Konteks Budaya

Sabtu, 26 Okt 2024 - 11:22 WIB