Kawruhbasa.com – Dalam belajar bahasa Jawa dikenal adanya “Tembung Rangkep“. Tembung berarti kata, sedangkan rangkep berarti rangkap atau dua kali. Dua kali yang dimaksud, karena ini merupakan kata jadi bisa dikatakan diulang baik seluruhnya maupun sebagian saja. Misalnya “udan-udan”, agul-agul, dll.
Jika kita belajar bahasa Indonesia, tembung rangkep dikenal dengan dengan istilah kata ulang. Jelas bukan? Jadi yang dimaksud adalah kata yang diulang baik sebagian maupun semuanya, yang jika ditulis selalu menggunakan tanda hubung.
Dalam tata bahasa Jawa tembung tersebut memiliki fungsi tertentu. Agar lebih jelas, teruslah membaca artikel ini untuk mengetahui jenis maupun fungsinya.
Daftar isi artikel
Pengertian Tembung Rangkep
Meskipun di atas telah kami singgung mengenai definisinya, agar lebih mudah dipahami akan kami jelaskan lebih singkat namun jelas.
Tembung rangkep adalah kata dalam bahasa jawa yang pengucapannya diulang atau dua kali baik semuanya maupun sebagian. Dari begitu dapat disimpulkan bahwa tembung tersebut ciri khasnya adalah suku kata yang diulang.
Mengapa pengulangannya bisa sebagian atau seluruhnya? Karena tembung rangkep dibagi 3 jenis, yang masing-masing memiliki perbedaan yang kentara sekali.
Pelajari juga Geguritan: Pengertian, Contoh, 9 Unsur, dan Ciri
3 macam tembung rangkep
Tembung rangkep dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut:
- Tembung Dwilingga
- Tembung Dwipurwa, dan
- Tembung Dwiwasana
Lalu apa perbedaan dari 3 jenis tembung tersebut? Mari kita ulas lebih lanjut.
1. Tembung rangkep Dwilingga
Dalam bahasa Jawa Dwilingga terbentuk dari dua suku kata yaitu: dwi yang artinya 2 (dua) dan lingga bisa diartikan tiang. Namun kami belum mengetahui secara pasti mengapa jika kedua kata tersebut didefinisikan kurang tepat.
Tembung dwilingga dibagi dua, yaitu Dwilingga padha swara dan Dwilingga salin swara. Berikut penjelasannya.
a. Dwilingga padha swara
Kata padha artinya sama dan swara artinya suara. Jadi tembung dwilingga padha swara adalah kata yang ulang apa adanya sehingga jika diucapkan sama persis.
Sebagai penjelas, perhatikan contoh berikut ini:
- udan-udan
- lapak-lapak
- agul-agul
- ricih-ricih
- rame-rame
- dll
Dari contoh di atas dapat kita lihat jelas bahwa pengulangan kata dwilingga tersebut sama persis bukan? Jika anda mau memperhatikan di lingkungan sekitar, sampai saat ini masih banyak tembung dwilingga yang masih diucapkan atau dipakai dalam komunikasi sehari-hari.
b. Dwilingga Salin Swara
Jika diartikan menurut kalimatnya Dwilingga Salin Swara, dwi dan lingga telah disebutkan di atas, sedangkan Salin artinya Ganti (berganti) Swara artinya Suara.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa tembung dwilingga salin swara adalah kata ulang yang pengulangannya jika diucapkan berganti suara.
Agar lebih jelas, berikut contohnya:
- mrana-mrene
- wira-wiri
- mora-moro
- kopat-kapit
- gendhulak-gendhulik
- mepat-mepet
- dll
Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa pengulangan tembung di atas berbeda dengan contoh sebelumnya yang sama persis. Pengulangan pada contoh tembung lingga salin swara di atas berbeda-beda, ada yang diulang bagian depan saja, ada juga yang belakang.
Menurut admin, tidak ada rumus baku dalam tembung tersebut. Kemungkinan hanya diambil bagaimana luwesnya saja.
Pelajari juga 3 Tembang Jawa: Jenis, Watak, Sasmita, lan Tuladha yang harus Anda ketahui
2. Tembung rangkep Dwipurwa
Dwipurwa terdiri dari dua kata, yaitu dwi yang berarti dua dan purwa artinya awal/depan. Jadi tembung tembung rangkep dwipurwa adalah kata yang diulang bagian depan saja, namun biasanya yang diulang hanya satu huruf saja baik itu vokal maupun konsonan.
Huruf vokal atau huruf hidup adalah huruf yang jika dibaca suara yang dihasilkan pita suara terbuka, sehingga tidak ada tekanan udara yang terkumpul di atas glotis. Dalam bahasa Jawa dan Indonesia huruf vokal terdiri dari lima huruf yaitu: a,e,i,o, dan u.
Konsonan disebut juga huruf mati adalah fonem yang diwujudkan dengan obstruksi. Jadi jika diucapkan aliran udara yang melewati mulut dihambat pada tempat-tempat artikulasi.
Dalam bahasa Jawa dan Indonesia ada 21 huruf yang konsonan, yaitu: B, C, D, F, G, H, J, K, L, M, N, P, Q, R, S, T, V, W, X, Y, dan Z.
Contoh
Untuk memperjelas, berikut contohnya:
- Kata dasar tuku : te + tuku
- Kata dasar tuku : te + tukon
- Kata dasar silih : se + sulih
- Kata dasar lara : le + lara
- Kata dasar bungah : be + bungah
- Kata dasar luhur : le + luhur
- Kata dasar tamba : te + tamba
Kesimpulan
Dengan cara memahami contoh di atas, dapat kita simpulkan bahwa tembung rangkep Dwipurwa terbentuk dari kata dasar yang diberi awalan dengan mengambil huruf/suku kata depannya saja. Misalnya:
*kata dasarnya tuku, kemudian di tambah awalan te, maka akan terbentuk tembung rangkep Dwipurwa “tetuku”.
*kata dasarnya luhur, kemudian ditambah awal le, maka akan terbentuk tembung rangkep Dwipurwa “leluhur“.
Pelajari juga Arane Dina, Pasaran, Wuku, Sasi, Wilangan, Wayah, Kiblat, Bocah, Sedulur, Turun, lan Watak
3. Tembung Rangkep Dwiwasana
Dwiwasana terbentuk dari dua kata dasar, yaitu dwi berarti dua (2) dan wasana berarti terakhir (akhir). Maka dapat kita definisikan bahwa tembung rangkep dwiwasana adalah kata yang diulang bagian suku kata akhirnya saja.
Contoh
Hanya dengan memperhatikan contoh di bawah ini, anda akan lebih mudah memahaminya:
- Kata dasar jelat : jela + lat
- Kata dasar cekik : ceki + kik
- Kata dasar jeges : jege + ges
- Kata dasar cuwek : cuwe + wek
- Kata dasar cenges : cenge + nges = cengenges
- Kata dasar cengis : cengi + ngis = cengingis
- Kata dasar cethet : cethe + thet = cethethet
Kesimpulan
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa tembung Rangkep Dwiwasana dibentuk dari kata dasar yang diberi akhiran mengambil dari suku kata terakhir, namun letak pengulangannya sebelum huruf konsonan terakhir.
Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai contoh tembung rangkep dan contohnya, semoga menambah pengetahuan kita dalam mempelajari bahasa Jawa. Dapatkan artikel pembelajaran bahasa Jawa dengan mengunjungi kawruhbasa.com atau ikuti kami di Google News