kawruhbasa.com – Bahasa Jawa memiliki ragam kosakata yang sarat makna, tidak hanya dalam arti literal, tetapi juga dalam nuansa kultural dan filosofis. Salah satu kata yang cukup sering digunakan adalah “lara.” Dalam banyak percakapan dan teks tradisional, kata ini menggambarkan suatu kondisi yang lebih dalam dari sekadar gangguan fisik.
Daftar isi artikel
Pengertian Lara dalam Bahasa Jawa
Secara umum, arti lara dalam bahasa Jawa adalah sakit. Namun, pengertiannya tidak sebatas pada rasa sakit fisik saja.
Kata ini juga digunakan untuk menggambarkan kondisi emosional atau batin yang terganggu. Oleh karena itu, memahami makna lara berarti menyelami cara pandang orang Jawa terhadap tubuh, jiwa, dan hubungan sosial.
Lara dalam Konteks Kesehatan Fisik
Dalam konteks kesehatan, lara digunakan untuk menyebut orang yang sedang mengalami gangguan fisik, seperti demam, flu, atau penyakit lainnya. Contoh kalimatnya:
- “Wingi aku ora mlebu sekolah amarga lara.”
- “Pakdeku saiki lagi lara, dirawat ing rumah sakit.”
Penggunaan kata lara dalam situasi ini setara dengan kata “sakit” dalam bahasa Indonesia. Namun demikian, nuansa kesopanan dan empati lebih terasa ketika digunakan dalam bahasa Jawa, terutama dalam ungkapan kepada orang yang lebih tua.
Lara dalam Konteks Emosional dan Batin
Lara juga kerap digunakan untuk menyatakan rasa sedih, kecewa, atau luka batin. Dalam hal ini, lara tidak terlihat secara kasatmata, tetapi dirasakan secara mendalam dalam hati seseorang. Ungkapan seperti:
- “Atiku lara krungu kabar kuwi.”
- “Lara batinku ora gampang mari.”
Kalimat tersebut mencerminkan bahwa kata lara juga menjadi sarana untuk mengekspresikan penderitaan yang bersifat psikis.
Makna Filosofis dan Budaya
Dalam budaya Jawa, rasa sakit bukan hanya kondisi fisik, tetapi juga berkaitan dengan harmoni antara tubuh dan jiwa. Ketidakseimbangan dalam hidup—baik secara sosial, emosional, maupun spiritual—dapat memunculkan kondisi “lara”.
Konsep Keselarasan
Orang Jawa percaya pada pentingnya menjaga keselarasan dengan alam, keluarga, dan diri sendiri. Ketika seseorang mengalami lara, bisa jadi itu merupakan sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak seimbang dalam kehidupannya.
Sebagai Bentuk Refleksi
Lara sering dianggap sebagai waktu untuk berhenti sejenak, merenung, dan memperbaiki diri. Dalam pandangan ini, lara bukan semata-mata penderitaan, tetapi juga fase pertumbuhan dan pemahaman diri.
Lara dalam Sastra dan Ungkapan Jawa
Kata lara banyak ditemukan dalam karya sastra Jawa, seperti tembang macapat dan serat klasik. Dalam sastra, lara bukan sekadar keluhan, tetapi juga menjadi medium untuk menyampaikan pesan moral, cinta, dan kerinduan.
Contoh penggunaan dalam tembang:
- “Lara jroning ati ora katon ing mata” (Sakit dalam hati tidak tampak di mata)
- “Yen lara, elinga marang Gusti sing maringi waras” (Jika sakit, ingatlah kepada Tuhan yang memberi kesembuhan)
Selain itu, dalam pepatah dan pitutur luhur, lara juga dimaknai sebagai ujian hidup yang harus dijalani dengan tabah.
Ungkapan Umum yang Mengandung Kata Lara
Berikut beberapa ungkapan dalam bahasa Jawa yang mengandung kata lara dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari:
- Lara ati: Luka hati, sering digunakan untuk menggambarkan patah hati atau kesedihan mendalam.
- Ora enak awak, rasane kaya lara: Menyiratkan kondisi tidak nyaman secara fisik atau mental.
- Lara raga lan batin: Sakit secara fisik dan emosional sekaligus.
Pandangan Masyarakat terhadap Lara
Dalam masyarakat Jawa, orang yang sedang lara biasanya mendapatkan perhatian lebih. Masyarakat menunjukkan rasa empati dengan menjenguk, mengirimkan doa, dan memberikan dukungan moral. Ini mencerminkan nilai-nilai sosial yang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan.
Doa dan Harapan
Ucapan seperti “mugi enggal mari” (semoga lekas sembuh) atau “diparingi waras” (diberi kesembuhan) adalah bentuk nyata perhatian masyarakat terhadap orang yang sedang lara. Doa dan harapan tersebut bukan hanya formalitas, tetapi juga pengikat hubungan sosial yang erat.
Arti lara dalam bahasa Jawa lebih dari sekadar sakit dalam arti medis. Kata ini mencakup penderitaan fisik dan batin, serta sarat dengan nilai-nilai budaya dan spiritual.
Penggunaan kata lara dalam komunikasi sehari-hari mencerminkan kelembutan dan kedalaman jiwa masyarakat Jawa.
Dengan memahami kata lara secara komprehensif, kita dapat lebih menghayati kebijaksanaan lokal yang terkandung dalam bahasa. Ini juga menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya dan bahasa Jawa yang kaya akan makna dan filosofi kehidupan.