Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak adalah sebuah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang didirikan pada perempat akhir abad ke-15 di pesisir utara Jawa Tengah. Sebelum menjadi sebuah kerajaan, Demak hanya sebuah kadipaten yang tunduk pada Majapahit. Setelah Majapahit melemah, Demak secara perlahan melepaskan diri dan berkembang. Dalam versi cerita tradisional Jawa, Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah yang masih keturunan atau anak raja Majapahit terakhir.
Kesultanan Demak pada masa puncak kejayaannya menguasai sebagian besar Pulau Jawa dan beberapa wilayah di Sumatera, Kalimantan, hingga Maluku. Dalam sejarah, Demak dikisahkan merupakan pusat penyebaran Islam mulai menyebar di seantero Jawa dan mencapai tempat-tempat lainnya di luar Pulau Jawa.
Daftar isi artikel
Berdirinya Kerajaan Demak
Awal kemunculan Kerajaan Demak bermula dari Kerajaan Majapahit yang sudah diambang keruntuhannya. Keruntuhan Majapahit merupakan lakon klasik tentang sebuah negara besar yang dirundung perebutan tahta di antara saudara.
Siapa Raden Patah?
Atas dukungan Walisongo, Raden Patah berhasil mendirikan sebuah kerajaan baru di tengah kemunduran Majapahit. Raden Patah lahir di Palembang pada tahun 1455 adalah putra dari Brawijaya 5, raja terakhir Majapahit dari istrinya yang seorang muslim dari Cina.
Ketika itu istrinya masih hamil muda, Brawijaya 5 menitipkan istrinya tersebut ke Adipati Palembang Aryadhamar. Raden Patah kecil memiliki nama Hasan. Setelah beranjak dewasa kemudian dikirim ke Ampeldenta, Surabaya untuk mendalami agama Islam di bawah bimbingan Sayyid Rahmat yang kelak dikenal sebagai Sunan Ampel.
Selama berada di Ampeldenta Raden Patah memiliki kesempatan untuk mengenal keluarganya. Ampeldenta dekat dengan istana Majapahit yang berada di Trowulan.
Setelah beberapa tahun menimba ilmu di Ampeldenta, Raden Patah dinikahkan dengan Sayyidah Murtasimah putri dari Sunan Ampel.
Raden Patah menjadi Adipati Demak
Tahun 1475, oleh Prabu Brawijaya 5 Raden Patah kemudian diberi sebuah daerah yang bernama Glagahwangi. Bersama dengan beberapa Sunan, Raden Fatah membuka Glagahwangi menjadi sebuah pesisir yang ramai.
Kota pesisir tersebut kemudian diberi nama Demak Bintoro. Seiring berjalannya waktu, Demak pun tumbuh menjadi Kota Pesisir dengan pelabuhan yang ramai. Raden Patah kemudian menjadi Adipati Demak sebuah Kota Pesisir nan besar, karena menjadi pertemuan dari kebudayaan Hindu dan Islam.
Ketika Demak semakin berkembang, perang saudara justru melanda ibukota Majapahit. Perang saudara tersebut mempercepat keruntuhan Majapahit. Setelah Majapahit runtuh, Demak pun mengambil alih kepemimpinan, tahun 1478 Raden Patah dilantik oleh para Sunan anggota Walisongo menjadi Sultan Demak.
Majapahit runtuh Kerajaan Demak berkembang
Sebagai identitas kota muslim maka Raden Patah bersama para sunan membangun sebuah masjid besar di tengah kota. Masjid besar itu kini dikenal dengan Masjid Agung Demak.
Raden Patah memimpin Kesultanan Demak dengan didampingi para sunan yang dikenal sebagai Walisongo. Runtuhnya Majapahit membuat semua wilayah bawahannya menjadi kerajaan-kerajaan yang mandiri.
Kesultanan Demak di masa awal tidak serta mewarisi wilayah Majapahit hanya berkisar di beberapa wilayah di Jawa bagian tengah yang menjadi wilayah kekuasaannya. Pelan tapi pasti dengan dukungan pengaruh Wali Songo beberapa wilayah pesisir bekas Majapahit bergabung dengan Demak.
Jalur perdagangan pun berkembang semakin ramai di bawah kendali Kesultanan Demak. Raden Patah lebih banyak bergerak dalam pengislaman di Jawa daripada perluasan kekuasaan. Dalam masa kekuasaannya Islam semakin menyebar, tidak hanya di pesisir tetapi juga di pedalaman. Walisongo berperan besar dalam proses Islamisasi Jawa. Ketika itu Demak merupakan sebuah kerajaan pantai yang lebih banyak berperan dalam penyebaran agama Islam.
Kerajaan Demak Menyerang Portugis di Malaka
Tahun 1511 Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis. Jatuhnya Malaka membuat kerajaan-kerajaan di nusantara menyadari sebuah ancaman di depan mereka yaitu penjajahan oleh bangsa Eropa.
Kesultanan Demak tidak tinggal diam, tahun 1513 Raden Patah mengutus putranya yang bernama Pati Unus menyingkirkan Portugis dari Malaka. Sekitar 100 kapal perang dengan 5000 prajurit berangkat menyerbu Portugis di Malaka.
Penyerangan Demak ke Malaka ini membuat Pati Unus mendapat julukan Pangeran Sabranglor atau pangeran yang menyeberangi laut utara. Serangan Demak yang dipimpin oleh Pati Unus tersebut gagal. Namun Demak tidak melakukan serangan lanjutan, tetapi memperkuat pertahanan di sepanjang Pantai Utara agar Portugis tidak masuk ke Jawa.
Raden Patah wafat Sultan Trenggono naik tahta
Tahun 1518 Raden Patah menutup usia, Pati Unus kemudian naik tahta menggantikan ayahnya. Namun Sang Pangeran Sabranglor tidak lama menduduki tahta. Tahun 1521 beliau meninggal dunia tanpa memiliki putra mahkota.
Tahta Demak kemudian dilanjutkan oleh Sultan Trenggono adik dari Pati Unus, yang kelak dalam sejarah akan tertulis bahwa Sultan Trenggono merupakan penguasa terbesar dalam sejarah Demak.
Tahun 1527 Tuban berhasil dikuasai Demak. Tuban adalah kota pelabuhan tua yang sempat menjadi pendukung perdagangan zaman Majapahit. Setelah Tuban, Demak bergerak ke selatan. Tahun 1529 hingga 1530 Madiun berhasil dikuasai Demak.
Selanjutnya Demak berhasil menguasai Surabaya pada tahun 1530. Pergerakan Demak ini ternyata mencemaskan sebuah kerajaan di sebelah barat mereka yaitu Pajajaran. Bahkan dikala Sultan Trenggono belum berkuasa, Pajajaran sudah mencemaskan kehadiran Demak sebagai suksesor Majapahit.
Tahun 1522 Prabu Surawisesa Raja Pajajaran ketika itu melakukan kontak dengan Portugis. Pajajaran mengizinkan Portugis membangun kantor dagang sekaligus benteng pertahanan di pelabuhan Sunda Kelapa.
Sultan Trenggono pun merespon dengan mengirimkan armada perang yang dipimpin oleh Fatahillah pada tahun 1523. Namun Armada perang tersebut tidak langsung menyerbu Sunda Kelapa, tetapi Pelabuhan Banten.
Pergerakan Demak di pelabuhan Banten segera mengundang reaksi Portugis di Malaka. Pada tahun 1526 Portugis mengirimkan enam kapal perangnya beserta 600 prajurit bersenjata lengkap. Ditahun yang sama pula Sultan Trenggono mengirimkan 20 kapal perang beserta 1500 prajurit ke Sunda Kelapa.
Armada perang susulan dari Demak ini dipimpin langsung oleh Fatahillah yang sebelumnya sudah berhasil menguasai Pelabuhan Banten. Tahun 1527 Sunda Kelapa benar-benar sudah dikepung dari timur dan barat oleh Demak. Pertempuran terbuka segera pecah dengan sengitnya.
Wilayah Kerajaan Demak meluas Sultan Trenggono wafat
Setelah melalui pertarungan yang sengit, pada tanggal 22 Juni 1527 Sunda Kelapa pun jatuh ke tangan pasukan Demak. Fatahillah pun diangkat menjadi pemimpin pelabuhan yang kemudian diberi nama Jayakarta.
Selanjutnya pergerakan Demak semakin meluas, tahun 1543 Pasuruan dan Kediri berhasil dikuasai Demak. Pasukan Demak bergerak semakin ke selatan, tahun 1545 Malang berhasil menjadi wilayah Demak. Tahun 1546 pasukan Demak yang dipimpin langsung oleh Sultan Trenggono bergerak menuju Panarukan yang ketika itu masih menjadi wilayah Blambangan.
Dalam sebuah pertempuran di Panarukan tersebut Sultan Trenggono wafat. Wafatnya Sultan Trenggono menghentikan Demak.
Sunan Prawoto naik tahta istana Demak di pindah
Dalam usahanya memperluas wilayah kekuasaan tahta Demak kepemimpinan dilanjutkan oleh Sunan Prawoto putra tertua dari Sultan Trenggono.
Sunan Prawoto memiliki nama kecil Raden Mukmin. Ketika berkuasa Raden Mukmin memindahkan istana Demak ke bukit Prawoto. Selain itu, Raden mukmin yang lebih tertarik kepada Islam daripada politik kenegaraan memilih menggunakan gelar Sunan daripada Sultan.
Ketika dilantik menjadi pemimpin tertinggi Demak beliaupun menggunakan gelar Sunan Prawoto. Sunan Prawoto mewarisi Demak sebagai kerajaan yang memiliki pengaruh kuat di Nusantara. Besarnya pengaruh Demak membuat sunan Prawoto mulai berfikir meneruskan kebijakan pendahulunya untuk memperluas wilayah.
Perebutan tahta Kerajaan Demak
Belum sempat Sunan Prawoto meneruskan kebijakan ayahandanya, Demak pun mulai mengalami nasib seperti Majapahit. Perebutan Tahta diantara sanak saudara membayangi Kesultanan Demak.
Suatu malam, pada tahun 1549 seorang telik sandi Jipang bernama Rungkut berhasil menyusup ke istana Prawoto dengan tugasnya membunuh pemimpin tertinggi Kesultanan Demak. Rungkut tidaklah memiliki dendam pribadi kepada Sunan Prawoto, namun dia mendapatkan tugas dari Adipati Jipang yaitu Arya Penangsang.
Arya Penangsang ketika itu adalah Adipati Jipang Panolan. Sebenarnya dia masih keluarga Kesultanan Demak. Arya Penangsang adalah putra dari Raden Kikin atau yang kelak dikenal sebagai Pangeran Seda ing lepen, karena meninggal di tepi sungai.
Raden Kikin merupakan putra dari Raden Patah adik dari Pati Unus dan kakak dari Sultan Trenggono. Sepeninggal Pati Unus yang tidak berputra, Demak mulai dilanda konflik perebutan tahta.
Tahta seharusnya jatuh ke Raden kikin karena beliaulah putra tertua Raden Patah setelah Patiunus. Namun Sultan Trenggono menginginkan tahta Demak, sehingga harus menyingkirkan Raden Kikin.
Raden Mukmin kemudian terlibat membantu ayahnya membunuh Raden Kikin di tepi sungai. Sunan Prawoto yang mengetahui Rungkut adalah utusan Arya Penangsang pun merasa hutang nyawa dan membiarkan dirinya dibunuh.
Namun Sunan Prawoto meminta agar istrinya tidak ikut dibunuh, sayangnya Rungkut menghujamkan keris itu terlalu dalam sehingga tembus dan melukai istri Sunan Prawoto. Tidak ada yang selamat dalam tragedi tersebut.
Sunan Prawoto yang melihat keris Rungkut melukai istrinya pun marah sehingga mencabut Kerisnya dan membunuh suruhan Arya Penangsang. Sunan Prawoto dan istrinya pun turut meninggal akibat luka yang dideritanya.
Kerajaan Demak melemah
Konflik sanak saudara ini membuat Kesultanan Demak menjadi lemah, beberapa wilayah bawahannya menjadi berkembang tanpa bisa dikendalikan lagi, seperti Surabaya, Gresik, Tuban, Cirebon, hingga Banten.
Sementara itu konflik di Demak menjadi pertikaian antar saudara yang tidak kunjung habis. Setelah menyingkirkan Sunan Prawoto, Arya Penangsang pun menyingkirkan Pangeran Hadiri, Adipati Kalinyamat yang merupakan menantu dari Sultan Trenggono.
Setelah menyingkirkan Pangeran Hadiri Arya Penangsang pun mengincar menantu Sultan Trenggono lainnya, yaitu Adipati Pajang atau yang dikenal dengan nama Hadiwijaya atau Joko Tingkir.
Arya Penangsang pun mengirim dua orang telik sandi untuk menyusup ke istana Pajang. Adipati Hadiwijaya ternyata lebih sulit disingkirkan. Dua orang telik sandi Jipang gagal melakukan tugasnya, bahkan bisa ditundukkan oleh sang Adipati Pajang.
Bukan hukuman mati yang diterima dua utusan tersebut, Adipati Pajang justru memberikan hadiah dan menyuruh dua telik sandi itu kembali ke Jipang. Adipati Pajang sengaja melakukannya untuk menghina Arya Penangsang.
Konflik berlarut
Konflik yang berlarut-larut itu membuat salah satu Walisongo yaitu Sunan Kudus turun tangan untuk mendamaikan Arya Penangsang dengan Hadiwijaya. Sampai saat itu, Hadiwijaya masih enggan melakukan perang terbuka mengingat dirinya hanya anak menantu dari Kesultanan Demak.
Upaya damai tersebut hanya menghasilkan situasi yang tidak pasti, dan permusuhan Jipang dengan Demak pun beralih menjadi Jipang melawan Pajang.
Setelah upaya damai yang digagas Sunan Kudus, Hadiwijaya menemui Ratu Kalinyamat Putri Sultan Trenggono dan istri Pangeran Hadiri. Ratu Kalinyamat yang merupakan saudara Sunan Prawoto menjanjikan kepada Hadiwijaya tahta Demak jika mampu menyingkirkan Arya Penangsang.
Raden Sutawijaya melawan Arya Penangsang
Adipati Hadiwijaya sebenarnya enggan melawan Arya Penangsang, karena bagaimanapun Arya Penangsang adalah cucu Raden Patah, sedangkan dirinya hanyalah anak menantu. Untuk mengatasi masalah itu, Adipati Pajang itu pun mengutus dua orang kepercayaannya Ki Gede Pemanahan dan Ki Panjawi dengan ditemani seorang ahli strategi perang bernama Ki Juru Martani.
Ki Ageng Pemanahan, Ki Panjawi, dan Ki Juru Martani pun memimpin pasukan berangkat ke Jipang. Adipati Hadiwijaya akan memberikan tanah Pati kepada Ki Panjawi dan hutan Mentaok kepada Ki Ageng pamanahan jika berhasil melaksanakan tugasnya.
Dalam rombongan itu terdapat anak muda yang bernama Raden Sutawijaya, yang kelak bergelar Panembahan Senopati. Dia adalah putra dari Ki Ageng Pemanahan sekaligus putra angkat dari Adipati Hadiwijaya. Ki Juru Martani yang ahli strategi perang ternyata mengirimkan Raden Sutawijaya untuk bertarung satu lawan satu menghadapi Arya Penangsang.
Terjadi pertarungan sengit di tepi Bengawan Solo yang melibatkan ribuan prajurit dari kedua belah pihak. Pasukan Pajang berhasil memenangkan pertempuran di tepian Bengawan Solo. Raden Sutawijaya berhasil menewaskan Arya Penangsang. Selanjutnya pasukan dari Pajang itu menyerbu istana Kadipaten Jipang.
Kerajaan Demak berakhir
Keberhasilan pasukan Pajang melawan Jipang pun menandai akhir dari Kesultanan Demak. Seperti yang telah dijanjikan Ratu Kalinyamat, Adipati Hadiwijaya mendapatkan hak untuk memerintah seluruh wilayah Demak dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Kemudian beliau memindahkan pusat pemerintahan dari Demak yang pesisir ke Pajang yang lebih ke tengah.
Pindahnya kekuasaan ini sekaligus mengakhiri kekuatan politik dan militer di pesisir utara Jawa Tengah. Namun secara ekonomi pesisir utara Jawa Tengah masih cukup kuat, karena masih memiliki pelabuhan-pelabuhan besar.
Akhir dari Kesultanan Demak yang masyhur ini melahirkan beberapa kekuatan baru yang kelak mewarnai sejarah nusantara yaitu Banten, Cirebon, dan Surabaya.