Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, bahwa Ronggowarsito adalah pujangga terakhir Jawa yang sangat terkenal dengan berbagai ajaran yang dituliskan melalui karya-karyanya. Selama hidupnya, Ronggowarsito telah berhasil menuliskan karyanya sebanyak kurang lebih 60 judul yang diselesaikannya selama 47 tahun, mulai dari tahun 1826 hingga 1873. Karya-karya beliau meliputi dongeng, cerita, lakon wayang, babad salisilah, sastra, bahasa kesusilaan, adat istiadat, kebatinan, ilmu kasampurnan, primbon dan ramalan. Selengkapnya baca perjalanan mistik Raden Ronggowarsito.
Dalam artikel ini kita akan mempelajari apa saja inti ajaran Ronggowarsito yang sangat kental dengan ajaran Jawa yang bersumber dari ulasan Bp. Dr. Fahruddin Faiz. Maka dari itu teruslah membaca dengan seksama.
Daftar isi artikel
3 hal untuk memahami ajaran Ronggowarsito
Untuk memahami ajaran Ronggowarsito ada tiga hal, yaitu Kewaskitaan, kesatuan dan laku, dan yang perputaran nasib atau disebut “Cokro Manggilingan”.
1. Kewaskitaan
Kewaskitaan dalam bahasa Jawa waskitho yang bisa diartikan mengetahui sesuatu yang akan terjadi. Tidak diragukan lagi bahwa Ronggowarsito adalah orang yang Waskito. Beliau adalah orang yang wawasannya sangat luas, bisa mengerti apa yang terjadi besok, bahkan masa beberapa puluh tahun ke depan.
Hal ini tercermin dari semua karya Ronggowarsito yang banyak meramalkan masa depan dan ini diyakini terjadi di masa sekarang.
2. Kesatuan dan laku
Ciri khas Ronggowarsito yang kedua adalah kesatuan. Puncak ajaran ke-Tuhanan ini agak mirip dengan Hamzah Fansuri dan kawan-kawan, yaitu wahdatul wujud. Sedangkan laku maksudnya bahwa dimensi pengetahuan itu hanya berguna jika berdasarkan kesatuan dan laku.
Laku itu dijalankannya, sedangkan kesatuan itu tujuan akhirnya. Jadi ilmu apapun tidak ada gunanya jika tidak dijalankan dan jika tujuannya bukan Tuhan atau Allah. Belajar ilmu apapun harus ada dimensi lakunya. Dimensi laku berarti ada dampak praksisnya, tidak sekedar teori. Tidak ada gunanya numpuk pengetahuan di kepala yang nggak relevan dengan hidupmu sehari-hari.
Tidak ada gunanya anda hafal kitab, hafal hadits, bahkan hafal Quran jika perilakumu tidak mencerminkan yang kamu hafalkan. Maka orang Jawa memiliki falsah “ngelmu iku kelakoni kanthi laku“. Artinya, ilmu harus ada lakunya, dan laku itu tidak ada gunanya jika tujuan akhirnya bukan Allah.
Jadi ilmu apapun yang kita miliki seharusnya bisa membuat kita semakin dekat dengan Allah. Jika tidak, berarti ada yang tidak beres. Itu merupakan prinsip jika di semua ajaran kebatinan termasuk Ronggowarsito, termasuk ajaran tasawuf.
3. Cokro Manggilingan
Dalam ajaran Jawa, Cokro manggilingan digambarkan roda yang berputar. Jadi, Cokro manggilingan merupakan gambaran bahwa hidup itu berputar. Hidup itu kadang di atas dan kadang di bawah. Filosofinya bahwa di dunia ini tidak ada kesenangan maupun kesedihan yang abadi, jika dalam bahasa Islam hidup itu “innalillahi wa inna ilaihi rojiun” berputar dan tidak statis.
Maka dari itu kita tidak boleh putus asa jika sedang kalah, dan jangan euforia ketika sedang menang, seolah-olah dunia milikmu. Bisa diibaratkan jempol menang kalau melawan telunjuk, dan kalah jika melawan kelingking, kelingkingpun kalah dengan jempol begitu seterusnya.
Menurut tokoh Jawa Ki Ageng Surya Metaram, kalau ingin menaklukkan Cokro manggilingan syaratnya satu, dia harus bisa Triwikromo. Triwikromo adalah menguasai tiga dimensi, yaitu masa, masa kini, dan masa depan.
Penjelasannya demikian:
Apa yang kamu alami sekarang merupakan akibat dari masa lalu. Jika ingin menguasai masa depan, maka masa kinimu harus bagus. Jika masa kini ingin baik, masa lalunya juga harus bagus.
Dalam dunia pewayangan digambarkan bahwa manusia yang bisa triwikromo adalah Kresna dan Puntadewa (Yudhistira). Jika keduanya marah, maka akan menjadi raksasa yang tidak ada manusia yang manandingi.
Jadi, orang yang bisa menguasai tiga zaman diibaratkan akan jadi raksasa tidak ada yang bisa mengalahkan. Jika kita memahami Cokro manggilingan, maka tidak ada yang bisa membuat kita sedih, tidak ada yang bisa membuat gembira.
Kita akan selalu tenang, karena kita telah menyadari bahwa hidup tidak ada yang abadi, tidak ada yang perlu terlalu diambil hati. Hidup ini memang kadang dibawah, kadang di atas.
Cokro manggilingan merupakan dasar pemikiran Ronggowarsito, sehingga beliau menjadi orang yang Waskito, bisa membaca masa depan. Beliau orang yang sudah tamat melakukan laku dan mengalami kesatuan dalam hidupnya. Filosofi hidup Cokro manggilingan itulah yang menjadi dasar semua pemikirannya.
4 orang yang berjasa besar terhadap Ronggowarsito
Secara alami, orang-orang disekitar kita sangat mempengaruhi cara kita berfikir, termasuk Ronggowarsito. Ada 4 orang yang sangat berpengaruh terhadap cara berfikir Ronggowarsito, yaitu:
1. Ki Tanujoyo
Ki Tanujoyo adalah orang pertama yang paling dekat dengan Ronggowarsito, karena dialah yang mengasuhnya sejak kecil. Kedekatannya dengan Ki Tanujoyo dapat memberikan pelajaran tentang cara berpikirnya orang kecil.
Ki Tanujoyo adalah orang kecil, maka secara tidak langsung mengetahui bagaimana cara berfikir orang kecil, dan kepekaan terhadap situasi rakyat kecil pun masuk ke dalam sanubarinya.
Bahkan di beberapa babad, ada cerita bahwa Ronggowarsito paham bahasanya binatang. Sebenarnya hal tersebut hanya merupakan metafora untuk menunjukkan bahwa dia peka dan paham terhadap bahasa orang kecil, bahasa kasta rendah, bahkan sampai binatang.
2. Kyai Imam Besari
Orang kedua yang mempengaruhi cara berfikir Ronggowarsito adalah Kyai Imam Besari. Beliau adalah seorang sufi yang mengajarkan syariat, tarekat, hakikat termasuk akhlak.
Dari kalimat yang keluar dari mulut Kyai Imam Besari inilah yang membuat Ronggowarsito menemukan titik balik tingkah lakunya. Sehingga dia mampu menjalani puasa 40 hari 40 malam di Kedung Watu, sehingga dia mengalami perubahan besar dalam dirinya.
Tanpa beliau, mungkin Ronggowarsito tidak akan menyadari kesalahan akan hidupnya sendiri.
3. Yosodipuro II
Yosodipuro II adalah kakek Ronggowarsito yang mampu mengetahui bakat cucunya, sehingga dia harus menyekolahkannya ke Pondok Gebang Tinatar asuhan Kyai Imam Besari.
Sejak Bagus Burhan masih kecil, beliau telah meramalkan bahwa anak tersebut akan menjadi orang besar. Maka dia paham benar apa yang harus dia lakukan untuk cucunya.
4. Pangeran Haryo Buminoto
Pangeran Haryo Buminoto merupakan orang yang mendidik Bagus Burhan dengan ilmu kanuragan, sehingga anak tersebut menjadi orang yang pemberani, percaya diri, dan teguh hati.
Di bawah didikan Pangeran Haryo Buminoto, Bagus Burhan menjadi orang yang tangguh, tak mudah menyerah dan kuat jiwa raga.
Dengan demikian lengkaplah sudah bekal Ronggowarsito dalam menghadapi hidup baik jiwa dan raga.
Dari sini ada satu hal yang dapat kita petik, pilihlah orang yang dekat dengan kita, karena ini akan sangat mempengaruhi cara hidup kita nantinya. Itu sangat bermanfaat untuk membentuk diri kita.
4 ciri tulisan Ronggowarsito
Ronggowarsito menulis salah satu Masterpiece yang luar biasa yang isinya semacam ensiklopedi kebatinan Jawa judulnya Serat Wirid Hidayat Jati.
Ronggowarsito menulis tidak kurang dari 60 karya dalam jangka waktu 1826 sampai 1837. Adapun cirinya sebagai berikut:
- Purwakanthi
- Sandiasma
- Candra Sengkala
- Gancaran/Jarwa
Berikut penjelasannya.
1. Purwakanthi
Semua karya Ronggowarsito pasti menggunakan purwakanthi. Purwakanthi sama dengan rima, bersajak. Bagi yang belum tahu silahkan pelajari Apa itu Purwakanthi, jenis, dan contohnya.
2. Sandiasma
Yang kedua, di hampir semua karya Ronggowarsito menggunakan sandiasma atau dalam bahasa Indonesia disebut nama samaran.
3. Condro sengkolo (Candra Sengkala)
Condro sengkolo kadang juga disebut Suryo Sengkolo. Condro sengkolo adalah isyarat tahun, jadi menyebut tahun tidak ditulis apa adanya tetapi menggunakan tembung sengkalan.
4. Gancaran
Gancaran atau jarwa adalah keindahan lagu. Jadi karya beliau pasti enak untuk dilagukan. Dengan begitu enak untuk didengarkan, meskipun itu sebenarnya sebuah piwulang (petunjuk).
Beberapa Tulisan Ronggowarsito dan isinya
Di sini kami berikan sedikir ulasan mengenai beberapa karya Ronggowarsito yang patut kita pelajari, yaitu sebagai berikut:
1. Serat Pamoring Kawula Gusti
Ada banyak karya Ronggowarsito, namun pada posting ini kira akan sedikit mengulas salah satu karya beliau yang berjudul Serat Pamoring Kawula Gusti.
Serat Pamoring Kawulo Gusti merupakan tulisan yang berisi kualitas hubungan antara Tuhan dengan hambanya. Mungkin dengan ini kita bisa memetik sesuatu yang berguna untuk hidup kita sebagai orang Jawa. Adapun isinya sebagai berikut:
- Tapa Jasmani
- Tapa Budi: Menetapi Akhlak Terpuji, Menyingkirkan Akhlak Tercela
- Tapa Hawa Nepsu: Mengendalikan Empat Nafsu (Aluamah, Amarah, Supiyah, Mutmainnah)
- Tapa Rasa Sejati: Senantiasa Memusatkan Perhatian Pada Allah, Mengheningkan Hati, Samadi, Mempertajam Mata Batin.
- Tapa Suksma: Tulus-ikhlas, Batin Jernih, Harmoni Dengan Sesama Dan Semesta
- Tapa Cahya: Segala ‘Cahaya’ Duniawi Tak Lagi Bisa Menggoda, Batin Terang, Dan Mampu Membaca Yang Ada Dibalik Benda
- Tapa Urip: Hakikat Islam, Kepasrahan Terdalam, Meyakini Diri Sepenuhnya Dalam Genggaman Allah.
2. Suluk suksma lelana
Dalam suluk ini mengandung ajaran sebagai berikut:
Punapa yen wus kakekat/ Estu lajeng sarengatnya kawuri/ Yen saking pamanggih ulun/ Tan wonten kang tinilar/ Jer muktamat ing hadis ugi kasebut/ Kak tanpa sarengat batal/ Sarak tanpa kak tan dadi
Artinya:
Apa kalau sudah hakekat/lalu syariatnya ditinggal/kalau menurutku/tidak ada yang ditinggalkan/jelas disebut dalam hadis/hak tanpa syariat batal/syariat tanpa hak tidak jadi.
Paran Gusti yen kapisah/ temah mangke kakalihira sisip/ kang lempeng taksih ing kawruh/ sakawinira tunggal/ ngelmuning Hyang sarengat myang tarekat/ kakekat miwah makripat/ punika kamil apdoli
Artinya:
Menuju Tuhan jika terpisah keduanya/ malah akan kehilangan keduanya/ yang benar masih harus diketahui/ penyatuan empat perkara/ ilmu syariat dan tarekat/ hakekat dan makrifat/ itulah yang sempurna utama.
3. Serat Kolotido (Kalatida)
Ratune ratu utama/ Patihe patih linuwih/ Pra nayaka tyas raharja/ Panekare becik-becik/ Paranedene tan dadi/Paliyasing Kala Bendu/ Mandar mangkin andadra/ Rubeda angrebedi/Beda-beda ardaning wong saknegara
Artinya:
Rajanya raja yang utama/ Patihnya juga berkualitas/ semua anak buahnya baik/ namun segalanya itu tidak menjadi penawar Kala Bendu/ Bahkan semakin berkembang/ kerepotan-kerepotan makin menjadi/ Lain orang lain perilaku angkaranya.
Amenangi jaman edan/Ewuh aya ing pambudi/Milu edan nora tahan/Yen tan milu anglakoni/Boya kaduman melik/Kaliren wekasanipun/Ndilalah karsa Allah/Begja-begjane wong kang lali/Luwih begja kang eling lawan waspada
Artinya:
Mengalami jaman edan/ memang serba repot/ Ikut edan tidak sanggup/ kalau tidak ikut/ tidak mendapat apapun juga/ bahkan bias kelaparan/ Namun sudah menjadi kehendak Tuhan/ betapapun untungnya Bagaimanapun beruntung orang yang lupa, lebih beruntung orang yang senantiasa ingat dan waspada.
Sakadare linakonan/ Mung tumindak mara ati, Angger tan dadi prakara/ Karana riwayat muni/ Ikhtiyar iku yekti/ Pamilihing reh rahayu/ Sinambi budidaya/ Kanthi awas lawan eling/ Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma.
Artinya:
Jalani saja sekedarnya/ Sekedar untuk menghibur hati/ Asal tidak menimbulkan persoalan/ Karena ada riwayat mengatakan/ Ikhtiar itu wajib/ Namun juga harus memilih jalan baik/ Sambil berupaya/ juga harus awas dan waspada/ agar selalu mendapat berkah dari Tuhan.
4. Serat Sabdajati
Yeng kang uning marang sejatining dawuh/ Kewuhan sajroning ati/ Yen tiniru ora urus/ Uripe kaesi-esi/ Yen niruwa dadi asor
Artinya:
Namun bagi yang bijaksana/ sangat gelisah di dalam batinnya/Kalau tidak ikut meniru/ Hidupnya akan menderita/ Kalau meniru, hidupnya akan hina.
Waluyane benjing yen wis ana Wiku/ memuji ngesthi sawiji/ sabuk lebu lir majenun/ galibedan tudang-tuding/ anacahken sakehing wong
Artinya:
Selesainya besok kalau muncul wiku/ yang memuji ngesthi sawiji/ Bersabuk debu seperti orang gila/ hilir mudik menunjuk sana sini/ menghitung banyak orang.
5. Serat Sabdatama
Kalonganing kaluwung/ Prabanira kuning abang biru/ Sumurupa iku mung soroting warih/ Wewarahe para Rasul, Dudu jatining Hyang Manon.
Artinya:
Lengkungan warna-warni pelangi/ Yang berwarna kuning, merah, biru/ Hanyalah cahaya pantulan air/ Menurut ajaran rasul, bukanlah Tuhan yang sebenarnya.
6. Serat Joko Lodhang
Jaka Lodang gumandhul/ Praptaning ngethengkrang sru muwus/ Eling-eling pasthi karsaning Hyang Widhi/ Gunung mendhak jurang mbrenjul/ Ingusir praja prang kasor
Artinya:
Joko Lodang datang berayun diantara dahan-dahan pohon/ kemudian duduk tanpa kesopanan dan berkata dengan keras/ Ingat-ingatlah sudah menjadi kehendak Tuhan/ Gunung-gunung tinggi akan merendah, jurang curam akan muncul/ Yang kalah perang akan terusir.
Mbok Parawan sangga wang duhkiteng kalbu/ Jaka Lodang nabda malih/ Nanging ana marmanipun/ Ing waca kang wus pinesthi/ Estinen murih kelakon.
Artinya:
Mbok Perawan bersedih hati/Kemudian Joko Lodang berkata lagi/ Namun ketahuilah bahwa ada hukum sebab musabab/ Kepastian yang bisa dibaca/ Usahakanlah supaya terjadi.
Sangkalane maksih nunggal jamanipun/ Neng sajroning madya akir/ Wiku Sapta ngesthi Ratu/ Adil parimarmeng dasih/ Ing kono kersaning Manon.
Artinya:
Jamannya masih sama/ Pada akhir pertengahan jaman/ Wiku Sapta Ngesthi Ratu (Wiku=7, Sapta=7, Ngesthi=8, Ratu=1_ Tahun Jawa 1877, Bertepatan dengan tahun Masehi 1945)/ Akan ada keadilan antara sesama manusia/ Itu sudah menjadi kehendak Tuhan.
7. Serat Wedharaga
Mangkene patrapipun/ Wiwit anem amandenga laku/ Ngengurangi pangan turu sawatawis/ Amekak hawa nepsu/ Dhasarana andhap asor.
Artinya:
Makanya yang tepat/ Sejak muda saatnya untuk lelaku/ Mengurangi makan tidur sementara/ Menahan hawa nafsu/ Dengan didasari sifat sopan santun.
Tinimbang lan angenganggur/ Boya becik ipil-ipil kaweruh/ Angger datan ewan panasaten sayekti/ Kawignyane wuwuh-wuwuh/ Wekasan kasub kinaot.
Artinya:
Daripada menganggur/ Lebih baik mencicil mencari ilmu/ Asalkan tidak malu diberi nasehat sejati/ Hingga penuh ilmu/ Akhirnya nanti berguna.
Lamun wus sarwa putus/ Kapinteran sinimpen ing pungkur/ Bodhonira katakokna ing ngarsa yekti/ Gampang traping tindak tanduk/ Amawas pambekaning wong.
Artinya:
Jika sudah memiliki kepandaian/ Simpanlah kepandaian itu/ Perlihatkanlah kebodohan/ Itu akan mempermudah dalam bertindak tanduk/ Memahami sikap orang lain.
Karana ing tumuwuh/ akeh lumuh katona mbalilu/ marma tansah mintonken kawruh pribadi/ amrih den alema punjul/ tan wruh bakal kajalomprong.
Artinya:
Sebab di dalam hidup/ banyak orang tak mau kelihatan bodoh/ maka selalu menunjukkan pengetahuannya sendiri/ agar dipuji sebagai orang unggul/ tak tahunya akan terjerumus.
Lamun pinter satuhu/ tan mangkono ing reh patrapipun/ kudu nganggo watara duga prayogi/ pinter angaku balilu/ den nyamet kagunaning wong.
Artinya:
Kalau benar-benar pandai/ tidak demikianlah kelakuannya/ haruslah dengan kira-kira bagaimana baiknya/ pandai-pandailah mengaku bodoh/ (agar) dapat memberi manfaat kepada orang.
8. Serat Wirid Hidayat Jati
Ananing Dzat
“Sesungguhnya tidak ada apa pun/ ketika masih sunyi hampa belum ada sesuatu/ yang paling awal adanya adalah AKU/ Tidak ada Tuhan/ Akulah sesungguhnya yang Maha Suci/ Maha Suci meliputi sifatKU/ menyertai namaKU/ menandai perbuatanKU.”
Wadahing dzat
“Sesungguhnya AKU (Allah) adalah dzat yang maha kuasa/ yang kuasa menciptakan segala sesuatu/ jadi seketika/ sempurna berasal dari kuasaKU (Allah)/ di situ telah nyata tanda perbuatanKU yang sebagai pembuka kehendakKU/ yang pertama AKU menciptakan Kayu bernama Sajaratulyakin tumbuh di dalam alam yang sejak jaman azali (dahulu) dan kekal adanya/ Kemudian Cahya bernama Nur Muhammad/ berikutnya Kaca bernama Mir’atulhayai/ selanjutnya Nyawa bernama Roh Idhofi/ lalu Lentera (damar) bernama ‘Kandil’/ lalu Permata (sesotya) bernama Darah/ lalu dinding pembatas bernama Hijab. Itu sebagai tempat kekuasaanKU (Allah).”
Kahananing Dzat
“Sesungguhnya manusia itu rahsaKU/ dan AKU itu rahsanya manusia/ karena AKU menciptakan Adam berasal dari empat perkara, bumi, api, angin, air/ Itu sebagai perwujudan sifatKU/ di sana AKU tempatkan lima perkara, nur, rahsa, roh, nafsu, budi/ Itulah sebagai perwujudan wajahKU yang maha suci.”
Tahta Di Baitul Makmur
“Sesungguhnya AKU bertahta dalam baitulmakmur/ itu rumah tempat pestaKU/ berdiri di dalam kepala Adam/ Yang pertama dalam kepala itu ‘dimak’ yaitu otak/ yang ada di antara otak itu ‘manik’/ di dalam ‘manik’ itu budi/ di dalam budi itu nafsu/ di dalam nafsu itu suksma, di dalam suksma itu rahsa/ di dalam rahsa itu AKU/ tidak ada Tuhan selain hanya AKU, dzat yang meliputi keberadaan yang sesungguhnya.”
Tahta Di Baitul Mukarram
“Sesungguhnya AKU bertahta dalam baitulmukarram/ itu rumah tempat laranganKU/ berdiri di dalam dada adam/ Yang ada di dalam dada itu hati/ yang ada di antara hati itu jantung/ dalam jantung itu budi/ dalam budi itu jinem, yaitu angan-angan/ dalam angan-angan itu suksma/ dalam suksma itu rahsa/ dalam rahsa itu AKU/ Tidak ada Tuhan kecuali hanya AKU dzat yang meliputi keberadaan yang sesungguhnya.”
Tahta Di Baitul Mukaddas
“Sesungguhnya AKU bertahta di dalam baitul muqaddas/ itu rumah tempat kesucianKU/ berdiri di kelamin adam/ Yang ada di dalamnya itu buah pelir/ di antara pelir itu nutfah yaitu mani/ di dalam mani itu madi/ di dalam madi itu wadi/ di dalam wadi itu manikem/ di dalam manikem itu rahsa/ di dalam rahsa itu AKU/ Tidak ada Tuhan kecuali AKU dzat yang meliputi keberadaan sesungguhnya/ berdiri di dalam nukat gaib/ turun menjadi johar awal/ di situ keberadaan alam ahadiyat/ wahdat/ wahidiyat/ alam arwah/ alam misal/ alam ajsam/ alam insan kamil/ jadinya manusia sempurna yaitu sejatinya sifatKU.”
Penetapan Iman
“AKU bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali hanya AKU dan AKU bersaksi sesungguhnya Muhammad itu adalah utusanKU.”
Sahadat
“AKU bersaksi pada DzatKU sendiri/ sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali AKU/ dan AKU bersaksi sesungguhnya muhammad itu utusanKU/ Sesungguhnya yang bernama Allah itu badanKU/ rasul itu rahsaKU/ muhammad itu cahayaKU/ AKUlah yang hidup tidak bisa mati/ AKUlah yang ingat tidak bisa lupa/ AKUlah yang kekal tidak bisa berubah dalam keberadaan yang sesungguhnya/ AKUlah waskita/ tidak ada tersamar pada sesuatu pun/ AKUlah yang berkuasa berkehendak/ yang kuasa bijaksana tidak kurang dalam tindakan/ terang sempurna jelas terlihat/ tidak terasa apa pun/ tidak kelihatan apa pun/ kecuali hanya AKU yang meliputi alam semua dengan kuasa (kodrat)KU.”
Amung kurang wolung ari kang kadulu
Tamating pati patitis
Wus katon neng lokil makpul
Angumpul ing madya ari
Amerengi Sri Budha pon
Artinya:
Terlihat hanya kurang 8 hari lagi,
Datangnya kematian sudah tiba waktunya,
kembali menghadap Tuhan,
berkumpul di tengah hari,
Tepatnya pada hari Rabu Pon.
Sageda sabar santosa/mati sajroning ngaurip/kalis ing reh aruraha/murka angkara sumingkir/tarlen meleng malat sih/sanityaseng tyas mematuh/badharing sapudhendha/antuk mayar sawetawis/ borong angga sawarga mesi martaya.
Artinya:
Semoga kami dapat sabar dan sentosa/ seolah-olah mati di dalam hidup/Lepas dari kerepotan/ jauh dari keangakara murkaan/ Biarkanlah kami hanya memohon/ karunia pada MU/ guna mendapat ampunan/ diberi sekedar keringanan/ Hamba serahkan jiwa dan raga hamba.
Baca juga Biografi Singkat Ronggowarsito
Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai “Inti Ajaran Ronggowarsito yang terkenal hingga kini” semoga bermanfaat bagi yang membutuhkan. Agar lebih jelas, silahkan lihat video di bawah ini: