kawruhbasa.com – Bahasa Jawa menyimpan beragam kosakata yang kaya akan nilai dan makna filosofis. Salah satu kata yang menarik untuk dibahas secara mendalam adalah “kira”. Kata ini tampak sederhana, tetapi memiliki dimensi makna yang luas tergantung pada konteks dan situasi penggunaannya dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Daftar isi artikel
Pengertian Kira dalam Bahasa Jawa
Arti kira dalam bahasa Jawa adalah kira, yakni bentuk dugaan, perkiraan, atau pemikiran awal terhadap sesuatu. Dalam keseharian, kata ini sering digunakan untuk menyampaikan penilaian subjektif, taksiran, atau kemungkinan terhadap suatu hal yang belum pasti.
Meski memiliki arti yang tampak sederhana, “kira” memiliki nuansa yang berbeda dibandingkan dengan bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Jawa, kata ini dapat menggambarkan kehati-hatian, sopan santun, serta pengakuan bahwa seseorang belum mengetahui sesuatu secara pasti.
Bentuk dan Variasi Penggunaan Kata Kira
Penggunaan kata kira dalam bahasa Jawa sering kali muncul dalam beberapa bentuk atau digabungkan dengan kata lain. Contoh:
- Kira-kira: menunjukkan dugaan yang tidak pasti.
- Dikira: bentuk pasif dari tindakan memperkirakan.
- Ngira: bentuk aktif atau verba dari kata kira.
Contoh kalimat:
- “Aku mung ngira yen dheweke ora rawuh.” (Saya hanya menduga bahwa dia tidak datang.)
- “Dheweke ngomong mung adhedhasar kira-kira.” (Dia berbicara hanya berdasarkan dugaan.)
Konteks Sosial dalam Penggunaan Kata Kira
Dalam budaya Jawa yang menjunjung tinggi keharmonisan dan etika berbicara, penggunaan kata kira sering digunakan sebagai bentuk ungkapan yang lebih halus dan tidak menghakimi.
Daripada menyampaikan sesuatu secara langsung dan tegas, orang Jawa cenderung menyampaikan dugaan dengan menggunakan kata kira agar tidak menyinggung lawan bicara.
Contoh:
- “Kira-kira dheweke wis mulih apa durung?” (Kira-kira dia sudah pulang atau belum?)
- “Kula ngira sampun wayah dalu, kulo pamit.” (Saya kira sudah malam, saya permisi.)
Penggunaan semacam ini menunjukkan bahwa kata kira juga berperan dalam menjaga etika komunikasi dan kesopanan dalam interaksi sosial.
Peran Kata Kira dalam Nilai Budaya Jawa
Cermin Kerendahan Hati
Masyarakat Jawa mengajarkan pentingnya bersikap rendah hati, termasuk dalam menyampaikan pendapat. Kata kira dipakai sebagai penanda bahwa pembicara tidak bersikap sok tahu atau memaksakan pendapatnya.
Sikap Toleransi dan Menghindari Konflik
Dengan menggunakan kata kira, seseorang menunjukkan bahwa yang ia sampaikan bersifat opini atau asumsi, bukan fakta absolut. Ini merupakan bentuk komunikasi yang mencerminkan kehati-hatian agar tidak memicu konflik atau salah paham.
Refleksi dari Pola Pikir Reflektif
Budaya Jawa mendorong warganya untuk tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Kata kira mewakili proses berpikir yang mendalam sebelum menyatakan suatu hal sebagai kebenaran. Dengan kata lain, ia merefleksikan sikap bijaksana dalam menyikapi berbagai situasi.
Kata Kira dalam Sastra dan Ungkapan Jawa
Dalam karya sastra Jawa, seperti tembang dan cerita rakyat, kata kira sering digunakan sebagai bentuk gaya bahasa yang memperhalus makna. Berikut adalah contoh kutipan:
“Saking adoh, kula namung ngira panjenengan rawuh.” (Karena dari kejauhan, saya hanya menduga Anda datang.)
Dalam kutipan tersebut, penggunaan kata ngira menunjukkan rasa hormat dan sikap tidak memaksakan persepsi.
Pendidikan dan Penggunaan Kata Kira
Peran dalam Pembelajaran Bahasa Jawa
Dalam pembelajaran bahasa Jawa di sekolah, kata kira menjadi bagian penting dalam memperkenalkan murid pada konsep komunikasi yang penuh etika. Guru-guru mengajarkan bahwa menyampaikan opini atau penilaian sebaiknya disertai kesadaran akan keterbatasan pengetahuan.
Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
Orang tua sering menggunakan kata ini saat menasihati anak. Misalnya:
- “Ngira-ngira sadurunge tumindak, aja grusa-grusu.” (Pikirkan dulu sebelum bertindak, jangan tergesa-gesa.)
Ungkapan ini menanamkan nilai kehati-hatian dan tanggung jawab dalam mengambil keputusan.
Perbandingan dengan Penggunaan dalam Bahasa Indonesia
Meskipun kata kira juga dikenal dalam bahasa Indonesia, penggunaannya dalam bahasa Jawa memiliki fungsi sosial dan kultural yang lebih kompleks.
Dalam bahasa Indonesia, “kira” sering muncul dalam konteks statistik atau prediksi, sedangkan dalam bahasa Jawa, ia berfungsi sebagai alat kesantunan dan simbol pemikiran yang reflektif.
Tantangan dan Relevansi Kata Kira di Era Modern
Seiring dengan arus modernisasi dan komunikasi digital, kata-kata seperti kira cenderung mulai terpinggirkan oleh gaya bicara yang lebih langsung dan lugas.
Namun, dalam upaya pelestarian budaya Jawa, penting untuk terus mengenalkan dan menggunakan kata-kata semacam ini agar nilai-nilai luhur tidak hilang.
Pelestarian Lewat Media dan Pendidikan
Kegiatan literasi berbahasa Jawa seperti lomba pidato, pelajaran di sekolah, dan media digital seperti blog kawruhbasa.com dapat menjadi wadah pelestarian penggunaan kata-kata khas seperti kira.
Penanaman nilai ini penting untuk membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kaya akan nilai budaya.
Baca juga: Makna Kinang dalam Bahasa Jawa: Simbol Kesopanan Lewat Sekapur Sirih
Kata kira dalam bahasa Jawa tidak sekadar bermakna dugaan atau taksiran, melainkan juga mewakili etika, kesopanan, dan filosofi hidup masyarakat Jawa. Ia mengajarkan kita untuk berpikir sebelum berbicara, bersikap rendah hati, dan menghormati pendapat orang lain.
Melalui pemahaman mendalam terhadap makna kata ini, kita dapat melihat bagaimana bahasa menjadi cermin budaya. Kata kira adalah bagian kecil dari kekayaan bahasa Jawa yang menyimpan pesan-pesan moral dan sosial penting.
Dalam konteks pelestarian bahasa dan budaya lokal, memperkenalkan serta membiasakan penggunaan kata semacam ini adalah langkah nyata untuk menjaga jati diri dan karakter masyarakat Jawa di tengah arus perubahan zaman.