kawruhbasa.com – Bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa daerah yang kaya akan makna dan filosofi, menyimpan banyak kosakata unik yang sering kali tidak ditemukan dalam bahasa lainnya. Salah satunya adalah kata “jisim”.
Dalam bahasa Jawa, arti jisim adalah mayat atau jenazah. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks yang berkaitan dengan kematian, upacara adat, dan pemakaman.
Meskipun terdengar sederhana, kata jisim membawa makna yang sangat dalam dan penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Penggunaannya tidak sembarangan dan memiliki nilai-nilai kultural yang tinggi.
Daftar isi artikel
Asal-usul dan Etimologi Kata Jisim
Secara etimologis, kata jisim berasal dari bahasa Arab, yaitu “jasad” atau “jism”, yang berarti tubuh. Dalam perkembangan bahasa Jawa, kata ini mengalami pergeseran makna dan lebih spesifik merujuk pada tubuh manusia yang telah meninggal dunia.
Pengaruh bahasa Arab ini tidak terlepas dari interaksi budaya dan agama Islam yang sudah lama menyatu dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Dalam bahasa Jawa sehari-hari, jisim sering digunakan sebagai kata halus atau sopan untuk menyebut mayat. Misalnya dalam kalimat “jisimé wus dipundusi lan disucèkaké” yang berarti “mayatnya sudah dimandikan dan disucikan”.
Penggunaan Kata Jisim dalam Kehidupan Sehari-hari
Kata jisim tidak digunakan sembarangan. Umumnya hanya muncul dalam situasi tertentu yang menyangkut kematian. Berikut adalah beberapa contoh penggunaan kata jisim dalam kehidupan masyarakat:
1. Dalam Upacara Kematian
Dalam tradisi Jawa, upacara kematian memiliki serangkaian prosesi, mulai dari memandikan jisim, mengkafani, menyolatkan, hingga menguburkan.
Setiap tahap memiliki aturan dan tata cara yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Kata jisim menjadi pusat dari prosesi ini, karena seluruh ritual dilakukan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada yang telah meninggal dunia.
2. Dalam Ungkapan Tradisional
Beberapa ungkapan atau wejangan dalam bahasa Jawa juga menggunakan kata jisim sebagai simbol kefanaan hidup manusia.
Misalnya, “urip mung mampir ngombe, pungkasane dadi jisim”. Ungkapan ini bermakna bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, dan pada akhirnya setiap manusia akan kembali menjadi mayat.
3. Dalam Sastra Jawa
Dalam karya sastra klasik maupun modern, kata jisim sering dimunculkan untuk menggambarkan peristiwa kematian atau momen sakral.
Kata ini digunakan untuk menggugah kesadaran pembaca mengenai kehidupan, kematian, dan makna dari keberadaan manusia.
Filosofi Masyarakat Jawa tentang Kematian
Kata jisim tidak hanya mengandung makna denotatif sebagai mayat, tetapi juga sarat dengan nilai filosofis. Masyarakat Jawa memiliki pandangan yang dalam terhadap kematian.
Mereka menganggap bahwa kematian adalah proses alamiah yang harus diterima dengan lapang dada. Jisim menjadi simbol akhir dari perjalanan duniawi seseorang.
Dalam banyak tradisi, keberadaan jisim harus dihormati dan diperlakukan dengan layak. Tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada yang meninggal, tetapi juga sebagai pengingat bagi yang masih hidup akan nasib yang sama di kemudian hari.
Norma dan Etika saat Menyebut Jisim
Dalam budaya Jawa yang menjunjung tinggi kesopanan dan tata krama, penyebutan kata jisim juga diatur oleh norma tertentu.
Orang tidak akan sembarangan mengatakan kata tersebut tanpa alasan yang jelas atau dalam konteks yang tidak pantas. Hal ini untuk menjaga perasaan keluarga yang ditinggalkan dan menghormati proses kematian itu sendiri.
Bahkan dalam percakapan sehari-hari, orang lebih sering menggunakan istilah halus seperti “sampun tilar donya” (sudah meninggal dunia) daripada langsung menyebut “jisim”.
Ini menunjukkan bagaimana budaya Jawa menghargai nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam menghadapi kematian.
Perbandingan dengan Istilah Lain
Dalam bahasa Jawa terdapat beberapa istilah yang juga merujuk pada mayat, namun dengan makna atau nuansa yang sedikit berbeda:
- Mayit: Kata ini juga berasal dari bahasa Arab dan digunakan secara umum dalam konteks keagamaan.
- Jenazah: Digunakan dalam konteks formal atau keagamaan, terutama dalam bahasa Indonesia.
- Awak: Secara umum berarti tubuh, namun jika digunakan dalam konteks kematian bisa merujuk pada mayat.
Kata jisim memiliki nuansa yang lebih halus dan filosofis dibandingkan dengan istilah lainnya, sehingga lebih banyak dipakai dalam konteks budaya dan tradisi.
Baca juga: Arti Jeruk sebagai simbol dalam tradisi dan kehidupan masyarakat Jawa
Arti jisim dalam bahasa Jawa adalah mayat, tetapi maknanya jauh lebih dalam dari sekadar tubuh tak bernyawa.
Kata ini merupakan simbol dari siklus kehidupan dan kematian, serta menjadi bagian penting dari budaya Jawa yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan sosial.
Penggunaannya dalam berbagai aspek kehidupan menunjukkan bagaimana masyarakat Jawa menghormati kematian sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri.
Dengan memahami arti dan makna kata jisim, kita tidak hanya belajar tentang satu kosakata, tetapi juga menyelami filosofi hidup masyarakat Jawa yang kaya akan nilai-nilai luhur dan budaya yang arif.