Bahasa Jawanya Mulut

Avatar of Supriyadi Pro

- Author

Jumat, 4 Oktober 2024 - 10:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dalam bahasa Jawa, istilah untuk “mulut” adalah “cangkem” atau “lambe”. Sebenarnya lambe berarti bibir, namun sering dicampuradukkan. Meskipun secara umum keduanya dapat digunakan untuk merujuk pada mulut, ada nuansa perbedaan dalam penggunaannya tergantung pada konteks dan daerah.

“Cangkem” dan “Lambe” dalam Bahasa Jawa

Cangkem

Kata “cangkem” sering dianggap lebih kasar atau informal dalam penggunaan sehari-hari, terutama ketika digunakan dalam percakapan yang lebih santai atau dalam kondisi di mana seseorang merasa jengkel.

Sebagai contoh, dalam bahasa Jawa ngoko (tingkatan bahasa yang lebih akrab dan tanpa basa-basi), cangkem sering digunakan untuk menyindir atau menegur seseorang yang berbicara sembarangan.

Kalimat seperti “Kakean cangkem” berarti “Terlalu banyak bicara,” dan sering digunakan sebagai peringatan atau teguran.

Lambe

Di sisi lain, “lambe” meskipun juga berarti mulut, cenderung lebih netral dan sering digunakan dalam konteks percakapan yang lebih halus.

Dalam percakapan sehari-hari, “lambe” digunakan tanpa konotasi kasar, seperti dalam kalimat “Lambene nyandhet” yang berarti “Mulutnya tertutup” atau “Dia tidak banyak bicara.”

Nuansa Bahasa dalam Tingkat Kehalusan

Dalam bahasa Jawa, tingkat kehalusan sangatlah penting, terutama karena ada tiga tingkatan bahasa utama yang digunakan, yaitu ngoko, madya, dan krama.

Kata “cangkem” dan “lambe” sering digunakan dalam percakapan dengan tingkat ngoko atau informal. Dalam tingkatan bahasa yang lebih halus atau sopan, kata yang digunakan untuk “mulut” akan berbeda, seperti:

  • “Lathi” dalam tingkatan krama inggil (bahasa Jawa yang paling halus) digunakan untuk berbicara tentang mulut seseorang yang lebih dihormati, misalnya orang tua atau tokoh masyarakat.

Selain itu, penggunaan kata untuk “mulut” dalam bahasa Jawa sering kali berkaitan dengan ekspresi perasaan atau pendapat seseorang.

Mulut, sebagai alat komunikasi utama, dianggap sebagai cerminan dari pikiran dan perasaan yang ada dalam hati.

Oleh karena itu, dalam budaya Jawa, sangat penting untuk menjaga perkataan yang keluar dari mulut agar tidak menyinggung perasaan orang lain.

Hal ini juga tercermin dalam berbagai ungkapan dan peribahasa Jawa, seperti “Ajining diri saka lathi” yang berarti “Harga diri seseorang terletak pada kata-kata yang keluar dari mulutnya.”

Namun secara leterlek, artinya Harga diri tergantung dari geraknya lidah.

Baca juga: Tabel daftar Bahasa Jawa dan Artinya dalam bahasa Indonesia

Peribahasa dan Filosofi Seputar Mulut

Dalam budaya Jawa, banyak pepatah yang berhubungan dengan mulut atau kata-kata, antara lain:

“Ajining diri saka lathi, ajining rogo saka busana”

Artinya, nilai atau martabat seseorang ditentukan dari ucapannya, sementara penampilan luar dinilai dari cara berpakaian. Ini menunjukkan bahwa kata-kata yang keluar dari mulut memiliki dampak yang besar pada bagaimana seseorang dinilai dalam masyarakat.

“Ojo kakehan cangkem”

Pepatah ini mengingatkan agar tidak terlalu banyak bicara, apalagi jika tidak diperlukan. Dalam masyarakat Jawa, berbicara secukupnya dan penuh kehati-hatian sangat dihargai. Banyak bicara dianggap bisa menimbulkan masalah atau menyinggung perasaan orang lain.

Baca juga: Bahasa Jawanya Babi, Menyelami Ragam Istilah dan Maknanya

Dalam bahasa Jawa, “mulut” memiliki beberapa sebutan dengan nuansa yang berbeda, seperti “cangkem”, “lambe”, dan “lathi”. Penggunaannya tergantung pada tingkat kesopanan, situasi percakapan, dan hubungan antara pembicara.

Kata-kata yang keluar dari mulut sangat dihargai dalam budaya Jawa, karena dianggap mencerminkan hati dan martabat seseorang. Oleh karena itu, berbicara dengan hati-hati dan penuh pertimbangan menjadi bagian penting dari etika berkomunikasi dalam masyarakat Jawa.

Berita Terkait

Adeg dalam Bahasa Jawa: Pengertian, Contoh, dan Filosofi Mendalam
Adang Bahasa Jawa: Makna, Filosofi, dan Penggunaannya dalam Kehidupan Sehari-Hari
Abot dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya
“Abang” dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya
Arti dan Penggunaan Kata “Goblog” dalam Bahasa Jawa
Bajingan dalam Bahasa Jawa: Makna, Sejarah, dan Penggunaan
Jancuk atau Jancok Bahasa Jawa Kasar: Arti, Asal Usul, dan Penggunaan
Makna Kata “Asu” dalam Bahasa Jawa Kasar dan Konteks Penggunaannya

Berita Terkait

Jumat, 22 November 2024 - 20:32 WIB

Adeg dalam Bahasa Jawa: Pengertian, Contoh, dan Filosofi Mendalam

Jumat, 22 November 2024 - 20:29 WIB

Adang Bahasa Jawa: Makna, Filosofi, dan Penggunaannya dalam Kehidupan Sehari-Hari

Rabu, 20 November 2024 - 19:26 WIB

Abot dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya

Rabu, 20 November 2024 - 19:20 WIB

“Abang” dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya

Kamis, 14 November 2024 - 20:06 WIB

Arti dan Penggunaan Kata “Goblog” dalam Bahasa Jawa

Berita Terbaru

Bahasa Jawa

Adeg dalam Bahasa Jawa: Pengertian, Contoh, dan Filosofi Mendalam

Jumat, 22 Nov 2024 - 20:32 WIB

Bahasa Jawa

Abot dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya

Rabu, 20 Nov 2024 - 19:26 WIB

Bahasa Jawa

“Abang” dalam Bahasa Jawa Ngoko: Makna dan Penggunaannya

Rabu, 20 Nov 2024 - 19:20 WIB