Dalam budaya Jawa, bahasa dan tutur kata memiliki peran penting dalam menunjukkan rasa hormat dan sopan santun. Salah satu kata yang sering digunakan untuk menunjukkan sopan santun adalah “permisi.” Dalam bahasa Indonesia, “permisi” digunakan untuk meminta izin, baik dalam konteks meminta ijin melewati seseorang, memulai percakapan, atau mengganggu sebentar. Namun, bagaimana padanan kata “permisi” dalam bahasa Jawa?
“Nyuwun Sewu” sebagai Padanan “Permisi”
Dalam bahasa Jawa, “permisi” diterjemahkan sebagai “nyuwun sewu.” Secara harfiah, “nyuwun” berarti “memohon” atau “minta,” dan “sewu” berarti “seribu.” Jika diterjemahkan secara literal, “nyuwun sewu” berarti “memohon seribu.”
Namun, makna sebenarnya dari frasa ini adalah bentuk ungkapan yang sangat halus untuk meminta izin atau permisi dengan menunjukkan rasa rendah hati dan penghormatan yang tinggi.
Penggunaan “nyuwun sewu” mencerminkan sifat khas budaya Jawa yang sangat mengedepankan tata krama, kesantunan, dan hierarki sosial. Ungkapan ini biasanya digunakan ketika seseorang hendak melintasi atau mengganggu orang lain, memulai percakapan, atau masuk ke tempat yang dianggap lebih formal.
Variasi Lain dalam Bahasa Jawa
Selain “nyuwun sewu,” bahasa Jawa memiliki beberapa variasi ungkapan yang digunakan sesuai dengan tingkat kehalusan (tingkatan bahasa) atau konteks percakapan:
- “Kula nuwun”: Ungkapan ini biasanya digunakan ketika seseorang hendak masuk ke dalam rumah atau wilayah pribadi orang lain. “Kula” berarti “saya” dan “nuwun” berarti “memohon.” Frasa ini mirip dengan mengetuk pintu secara sopan sebelum masuk ke rumah orang lain.
- “Pamit”: Kata ini digunakan ketika seseorang hendak pergi atau meninggalkan tempat. “Pamit” adalah cara sopan untuk mengatakan bahwa seseorang hendak meninggalkan sebuah pertemuan atau rumah, mirip dengan “mohon diri” dalam bahasa Indonesia.
- “Ngapunten”: Kata ini berarti “maaf” dan sering digunakan ketika seseorang merasa akan mengganggu atau melanggar kesopanan. Dalam beberapa konteks, “ngapunten” bisa dipakai sebagai bentuk permisi ketika melewati orang lain atau ketika harus melakukan sesuatu yang mungkin mengganggu.
Baca juga: Ganteng dalam Bahasa Jawa: Makna dan Ungkapan Lokal
Tingkatan Bahasa dalam Penggunaan “Permisi”
Bahasa Jawa memiliki tiga tingkatan bahasa utama yang digunakan berdasarkan siapa yang diajak bicara: ngoko (kasar), krama (halus), dan krama inggil (paling halus). Masing-masing tingkatan bahasa ini digunakan sesuai dengan status sosial dan hubungan antara pembicara.
- Ngoko: Biasanya digunakan dalam percakapan sehari-hari antara teman sebaya atau orang yang sudah sangat akrab. Dalam tingkatan ngoko, kata “permisi” bisa diterjemahkan sebagai “aku nyuwun sewu” atau bahkan “tak lewat dhisik.”
- Krama: Digunakan dalam situasi yang lebih formal atau untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua atau memiliki status sosial yang lebih tinggi. Dalam tingkatan krama, “nyuwun sewu” digunakan dengan lebih umum.
- Krama Inggil: Merupakan tingkatan bahasa yang paling halus dan digunakan dalam situasi yang sangat formal atau untuk berbicara dengan tokoh yang sangat dihormati. Di tingkatan ini, penggunaan kata “nyuwun sewu” mungkin lebih diperhalus lagi dengan konteks yang lebih formal.
Baca juga: Angka 1-100 dalam Bahasa Jawa Krama: Panduan dan Penggunaannya
Bahasa Jawa kaya akan variasi ungkapan yang menunjukkan rasa hormat, salah satunya adalah padanan kata “permisi,” yaitu “nyuwun sewu.”
Ungkapan ini tidak hanya sekadar kata yang digunakan untuk meminta izin, tetapi juga mencerminkan kesantunan, kerendahan hati, dan penghargaan terhadap orang lain. Selain itu, pentingnya pemahaman tentang tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa juga menunjukkan betapa pentingnya konteks sosial dalam setiap percakapan.
Dengan mempelajari dan memahami penggunaan kata-kata seperti “nyuwun sewu,” kita dapat lebih menghargai kearifan lokal dan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Jawa.