Geguritan merupakan salah satu bentuk puisi tradisional dalam sastra Jawa yang memiliki ciri khas tersendiri. Kata “geguritan” berasal dari kata dasar “gurit” yang berarti syair atau puisi. Puisi ini ditulis dalam Bahasa Jawa dan mengandung nilai-nilai luhur budaya serta estetika yang dalam. Meskipun sederhana, geguritan sarat akan makna, baik dari segi bahasa, moral, maupun keindahan dalam penyampaiannya.
Sejarah dan Asal-Usul Geguritan
Secara historis, geguritan sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di Jawa. Puisi ini awalnya berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan moral, agama, atau pandangan hidup yang disampaikan oleh para pujangga, terutama di lingkungan keraton.
Pada masa lalu, geguritan sering kali diiringi dengan musik gamelan dan dinyanyikan dengan irama tertentu, menjadikannya sebagai karya seni yang tak hanya dinikmati melalui teks, tetapi juga suara dan alunan musik.
Geguritan digunakan dalam berbagai acara adat dan ritual, seperti upacara pernikahan, kelahiran, atau acara keagamaan. Fungsi geguritan sebagai media pendidikan juga sangat menonjol. Dalam beberapa kasus, geguritan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kebijaksanaan dari orang tua kepada generasi muda.
Struktur dan Gaya Bahasa
Geguritan memiliki keunikan dalam hal struktur dan gaya bahasa. Berbeda dengan puisi modern yang bebas, geguritan biasanya mengikuti pola tertentu, baik dari segi irama, bait, maupun suku kata. Meskipun begitu, kebebasan dalam tema sangat luas, mulai dari kehidupan sehari-hari, cinta, alam, hingga spiritualitas.
Bahasa yang digunakan dalam geguritan adalah bahasa Jawa klasik, tetapi dalam perkembangannya banyak geguritan yang menggunakan bahasa Jawa krama atau bahkan ngoko. Hal ini menunjukkan fleksibilitas geguritan dalam menyerap berbagai bentuk dialek bahasa Jawa, sehingga bisa dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat.
Sebagai contoh, berikut ini adalah cuplikan geguritan:
Geguritan Kangen
Kangen iki nglaras rasa,
kaya sepi tanpa suwara,
nyawang lintang ora sumunar,
wis dudu kahanan samubarang.
Melalui bait ini, terlihat bagaimana penggunaan bahasa yang sederhana namun penuh makna dalam menyampaikan perasaan rindu yang dalam. Penggunaan kiasan dan simbolisme juga menjadi salah satu kekuatan geguritan.
Baca juga: Tembung Dasanama: Pengertian, Manfaat, Jenis, lengkap Contohnya
Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Geguritan
Geguritan bahasa Jawa tidak hanya bernilai estetis, tetapi juga sarat akan pesan moral dan spiritual. Tema-tema yang diangkat sering kali berkaitan dengan filosofi hidup orang Jawa yang penuh kebijaksanaan, seperti konsep “nrimo ing pandum” (menerima dengan ikhlas) atau “sabar lan syukur” (kesabaran dan rasa syukur).
Selain itu, geguritan juga banyak mengandung nilai-nilai lokal kearifan Jawa, seperti gotong royong, rasa hormat kepada sesama, serta cinta terhadap alam.
Pesan-pesan ini disampaikan dengan bahasa yang indah dan lembut, sehingga mampu menyentuh hati pembaca atau pendengarnya.
Peran Geguritan di Masa Kini
Meskipun geguritan berasal dari masa lampau, karya sastra ini tetap relevan hingga sekarang. Bahkan, banyak seniman muda yang mulai kembali melestarikan dan menghidupkan geguritan dalam bentuk yang lebih modern, tanpa menghilangkan esensi tradisionalnya.
Panggung-panggung seni, acara-acara budaya, serta media sosial mulai menjadi tempat bagi geguritan untuk kembali mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Generasi muda Jawa saat ini mulai menyadari pentingnya menjaga warisan budaya leluhur, dan geguritan menjadi salah satu bentuk karya yang mereka gali kembali.
Tidak sedikit karya geguritan yang dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan kritik sosial, sehingga peran geguritan tidak hanya sebagai hiburan atau renungan pribadi, tetapi juga sebagai media komunikasi yang relevan dengan situasi sosial dan politik saat ini.
Baca juga: Ejaan Bahasa Jawa yang disesuaikan dengan EYD
Geguritan bahasa Jawa adalah warisan sastra yang kaya akan nilai estetika dan pesan moral. Dalam geguritan, kita tidak hanya menemukan keindahan bahasa, tetapi juga kebijaksanaan hidup yang diajarkan oleh leluhur kita. Melalui pelestarian geguritan, kita tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur yang relevan bagi kehidupan kita di masa kini dan masa depan.
Dengan kekayaan dan kedalaman makna yang terkandung di dalamnya, geguritan layak untuk terus dilestarikan dan diapresiasi sebagai salah satu pilar penting dalam budaya dan sastra Jawa.