Seperti telah disinggung dalam artikel sebelumnya, bahwa Ronggowarsito meninggal secara misterius pada tanggal 24 Desember 1873 karena beliau telah menuliskan waktu kematiannya sendiri dengan tepat pada Serat Sabdo Jati karya terakhirnya. Beliau juga telah meramalkan tentang kemerdekaan negara Republik Indonesia. Lebih lanjut tentang wafatnya beliau akan diulas pada artikel ini.
Daftar isi artikel
Ronggowarsito seorang filsafat Jawa
Raden Ronggowarsito adalah seorang pujangga besar terakhir dari tanah Jawa di kasunanan Surakarta yang hidup dari tahun 1821-1873. Beliau tidak hanya seorang pujangga tetapi juga seorang filsafat Jawa.
Hingga kini Karya-karyanya tetap dikagumi oleh banyak kalangan. Semua karyanya syarat akan filsafat kehidupan manusia, bahkan Ronggowarsito dianggap bukan orang sembarangan karena dapat melihat jauh ke masa depan yang dalam bahasa Jawa disebut “Euro “Weruh sakdurunge winarah“, bahkan hari kematiannya pun mampu ditulisnya dengan tepat yang termuat pada karya terakhirnya Serat Sabdo Jati yang ditulisnya sendiri.
Raden Ngabehi Ronggowarsito sangat identik dengan serat kolotido atau zaman edan. Jika kita cermati apa yang ditulisnya menjadi sebuah peringatan untuk kita dan generasi selanjutnya. Serat kolotido merupakan salah satu karya besarnya yang paling populer hingga hari ini.
Dalam Serat Kolotido ia mengingatkan manusia tentang suatu masa dimana disebutnya sebagai zaman edan, dimana ketika zaman itu datang digambarkan perilaku dan sikap manusia benar-benar memprihatinkan.
Hal ini diyakini akan selalu terjadi dan muncul di sepanjang zaman sepanjang sejarah perjalan kehidupan manusia.
Sekilas perjalanan Ronggowarsito
Raden Ronggowarsito bernama asli Bagus Burhan lahir di yosodipuran Surakarta pada hari Senin 15 Maret 1802. Ayahnya bernama Surodimejo atau disebut juga Ronggowarsito II yang berasal dari kasultanan panjang. Sedangkan ibunya Nyai Ageng Pajang Sworo, berasal dari Kesultanan Demak. Iya merupakan cucu Yosodipura II alias Tumenggung Sosronegoro, seorang pujangga utama kesunanan Surakarta.
Dikisahkan pada usia empat tahun Bagus Burhan (Ronggowarsito) diserahkan kepada Ki Tanu Joyo yang merupakan kepercayaan ayahnya. Ki Tanujoyo dikenal dengan sosok yang jujur luwes dan berilmu.
Ronggowarsito dalam masa belajarnya di tempat Ki Tanujoyo hingga berusia 12 tahun. Selama diasuh Ki Tanujoyo, Bagus Burhan dikenal sebagai anak yang malas belajar ilmu agama. Bahkan punya kebiasaan berjudi terutama menyabung ayam.
Atas alasan itulah, kakeknya kemudian mengirimnya ke pondok pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari Ponorogo yang diasuh oleh Kyai Imam Besari. Pada awal di pesantren, Ronggowarsito tidak menunjukkan hasil prestasi yang baik, bahkan dia belum bisa meninggalkan kebiasaan buruknya. Hal itu sangat berpengaruh kepada perilaku santri lainnya.
Melihat perilaku buruk, Kyai Imam Besari marah besar, lalu Ronggowarsito kabur dari pesantren Gebang Tinatar dan tinggal di rumah Kasan Ngali. Singkat cerita atas saran dan nasehat Kasan Ngali, akhirnya Ronggowarsito kembali ke pesantren. Kemudian di sana Kyai Imam Besari memberikan wejangan-wejangan yang membuat Ronggowarsito mulai berupa sikap dan menjadi santri yang rajin belajar taat beribadah serta rajin puasa.
Kebesaran Ronggowarsito telah diramalkan menjadi toko besar telah diramalkan oleh Tumenggung Sosronegoro.
Setelah kembali ke Surakarta, Ronggowarsito masih kurang puas dengan apa yang telah didapatnya dari pondok Kyai Imam Besari. Dia banyak berguru kepada orang-orang hebat di Jawa, bahkan ke Bali. Berbeda dengan ilmu yang pernah diajarkan di pesantren maupun kakeknya, Ronggowarsito menimba ilmu Jaya kawijayan dan olah fisik.
Singkat cerita, rupanya berita tentang Bagus Burhan atau Ronggowarsito yang memiliki banyak keistimewaan mulai menyebar. Bahkan saking kuatnya, berita tersebut sampailah ke telinga Paduka paku Buwono, hingga akhirnya Ronggowarsito dipanggil untuk menjadi pegawai di Kraton Sri Paduka Paku Buwono IV.
Cerita lengkapnya silahkan baca Perjalanan Mistik Raden Ronggowarsito
Ronggowarsito Wafat
Ronggowarsito wafat dalam usia 73 tahun pada tanggal 24 Desember 1873. Sebelumnya delapan hari sebelum ajal menjemputnya, sang pujangga telah menulis berita kematian tersebut dalam Serat Sabdo Jati. Beliau dimakamkan di desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Demikianlah kisah tentang perjalanan hingga wafatnya Ronggowarsito, Sang Pujangga Besar terakhir Tanah Jawa. Semoga bermanfaat dan menginspirasi kita semua.
Mungkin kita berfikir, untuk jaman sekarang mustahil kita meniru perjalanan mistik beliau, namun paling tidak kita dapat memetik sedikit bahwa untuk menjadi manusia Jawa yang pinunjul memang harus memiliki banyak ilmu kehidupan.
Baca juga Inti Ajaran Ronggowarsito